Jakarta (ANTARA) - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta Presiden Joko Widodo segera menyampaikan hasil perkembangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kepada publik.

"Presiden Joko Widodo hingga hari ke-970 belum kunjung memberikan keadilan pada Novel Baswedan yang diserang menggunakan air keras. Padahal, Presiden telah memberikan tenggat waktu kepada Kapolri Idham Azis untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga awal Desember," ucap Kurnia Ramadhana, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Anggota DPR minta Kapolri segera selesaikan kasus Novel

Baca juga: Idham Aziz paparkan perkembangan kasus Novel


Namun, kata dia, pada kenyataannya tidak ada sama sekali perkembangan yang disampaikan oleh Presiden untuk mengungkap siapa aktor di balik penyerangan Novel.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menyatakan pasca penyerangan Novel pada 11 April 2017 hingga hari ini, Presiden telah mengeluarkan 15 pernyataan mengenai kasus tersebut, salah satunya pada 31 Juli 2017 melalui akun Twitter resmi Presiden Joko Widodo.

Ia memberikan pernyataan pengusutan kasus Novel Baswedan terus mengalami kemajuan.

"Namun pada awal Desember 2018, Presiden seolah-olah menutup mata dengan kerja-kerja Kepolisian yang tidak dapat menemukan aktor penyiraman akhir keras yang menimpa Novel," tuturnya.

Alih-alih bersikap realistis terhadap proses pengusutan kasus yang dinilai sulit oleh Kepolisian, kata Kurnia, Presiden tidak pernah melakukan evaluasi terhadap tim yang dibentuk oleh kepolisian. Setidaknya, ucap dia, terdapat tiga tim yang sudah dibentuk oleh Kepolisian.

Baca juga: SETARA Institute nilai Kapolri mampu ungkap kasus Novel Baswedan

Baca juga: Berita hukum kemarin, Jaksa Agung sambangi KPK hingga Novel Baswedan


Tim pertama, kata dia, dibentuk oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 12 April 2017 yang merupakan gabungan dari Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri.

"Selama proses pengungkapan kasus, Kapolda Metro Jaya Idham Azis saat itu menyampaikan bahwa telah ada 166 orang yang terlibat dalam Satgasus dengan memeriksa 68 orang saksi, 38 rekaman CCTV, dan 91 toko penjual bahan-bahan kimia per 14 Maret 2018," ujar Kurnia.

Tim kedua dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian pada 8 Januari 2019 melalui surat tugas nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6./2019.

Tim gabungan di bidang penyelidikan dan penyidikan kasus penyerangan air keras terhadap Novel merupakan rekomendasi dari hasil laporan tim pemantauan proses hukum Novel yang dibentuk oleh Komnas HAM RI.

"Tim tersebut beranggotakan 65 orang, 53 orang diantaranya berasal dari Polri. Tim yang diketuai oleh Kapolda Metro Jaya Idham Azis telah memeriksa 74 orang, 38 rekaman CCTV, dan 114 toko penjual bahan-bahan kimia yang juga melibatkan kepolisian dari Australia. Salah satu rekomendasinya yaitu membentuk tim teknis lapangan," ujar dia.

Tim ketiga, kata dia, yang dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian yaitu tim teknis kasus Novel berdasarkan rekomendasi dari tim gabungan.

Kapolri mengeluarkan Surat Perintah Tugas (Sprint) pada tanggal 1 Agustus 2019 yang diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Nico Afinta dengan bertanggung jawab kepada Kabareskrim Polri Idham Azis.

"Tim teknis memiliki anggota sebanyak 120 orang yang bertugas selama enam bulan. Namun, Presiden Joko Widodo menolak permintaan tersebut dengan menyatakan bahwa awal Desember akan menyampaikan hasil temuan tim teknis," tuturnya.

Menurut dia, banyaknya tim yang dibentuk oleh Kepolisian tidak linear dengan hasil kerjaan yang telah memakan waktu selama dua tahun delapan bulan. Apalagi, Kapolri saat ini Idham Azis merupakan ketua dalam tiga tim yang telah dibuat.

"Selain itu, dengan tidak terselesaikannya kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan merupakan satu bukti nyata juga bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi, khususnya perlindungan bagi pembela Hak Asasi Manusia," kata Kurnia.

Koalisi, kata dia, juga meminta Presiden harus mencopot Kapolri Jenderal Idham Azis apabila tidak dapat menemukan aktor pelaku lapangan, aktor intelektual, dan motif penyerangan.

Kemudian, juga meminta Presiden segera membentuk tim gabungan independen untuk mengungkap aktor di balik penyerangan terhadap Novel.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019