Nah itu membawa dampak yang luar biasa, karena informasi menjadi terbelah, informasi jadi subyektif, kemudian masyarakat yang tidak ikut-ikutan jadi terpaksa, terseret dengan arus holiganisme ini,
Yogyakarta (ANTARA) - Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin saat menjadi pembicara pada Konvensi Nasional Humas 2019 di Yogyakarta, Senin, menyebutkan sejumlah fenomena di sosial media yang sering terjadi dan memengaruhi penggunanya.

"Yang sekarang terjadi saya sebut kadang-kadang di sosial media itu ada 'communication holiganism', jadi holiganisme komunikasi, dimana itu biasanya adalah suporter sepakbola," kata Arif di hadapan ratusan peserta dari Persatuan Humas Indonesia (Perhumas).

Namun, menurut dia pada saat kontestasi politik atau menjelang Pemilu 2019 kemarin, holiganisme komunikasi itu berubah menjadi pendukung masing-masing pasangan calon (paslon) yang berkontestasi.

"Nah itu membawa dampak yang luar biasa, karena informasi menjadi terbelah, informasi jadi subyektif, kemudian masyarakat yang tidak ikut-ikutan jadi terpaksa, terseret dengan arus holiganisme ini," jelasnya.

Baca juga: Kemkominfo apresiasi pelaksanaan Konvensi Nasional Humas di Yogyakarta

Dia mengemukakan, fenomena di sosial media yang kedua adalah 'in genuine communication', yaitu komunikasi yang tidak ikhlas, karena sekarang ini banyak 'influencer' atau 'endorser' yang dibayar ketika mereka mendukung di sosial media.

"Jadi mereka tidak genuine, mereka mendukung karena dibayar, dulu fenomena ini hanya ada di zona marketing yang semua komunikasi berbasis kontrak, bintang iklan, kemudian bintang atau talent yang dipakai di produk," terangnya.

Tetapi, sekarang ini di sosial media banyak sekali yang mencari uang sebagai 'influencer atau 'endorser' dan menjadikan komunikasinya atau mengklik hanya jika dibayar."Ini mengakibatkan ketulusan sudah memudar, jadi ini tantangan buat praktisi humas jaman sekarang," lanjutnya.

Dia juga mengatakan, meskipun teknologi saat ini berkembang, tetapi sebenarnya basic dari komunikasi adalah 'human to human', karena manusia tidak berkomunikasi dengan gadget, tidak berkomunikasi dengan komputer.

"Tapi komunikasi adalah 'message' (pesan) yang disampaikan oleh manusia kepada manusia lain, chanelnya saja yang berbeda, dan manusia ini beragam, itu harus kita akui, padahal seringkali kita lupa yang kita lihat hanya perbedaan," tambahnya.
Ia juga mengatakan, pada saat manusia lahir, tidak bisa berkomunikasi, karena tidak tahu bahasa dan tidak tahu budaya, tetapi bayi begitu menyenangkan.

"Tidak ada orang yang mencaci maki komunikasi bayi, dia tidak paham tapi tetap menyenangkan, nah ini yang menurut saya penting buat kita di praktisi PR (public relation) adalah pada dasarnya manusia ini ingin dihargai," sebutnya.

Selain itu, manusia ingin didengar pesannya, dan pesan yang beragam pun jika disampaikan dengan cara-cara yang menarik seperti ketika bayi berinteraksi atau anak-anak berintaraksi walaupun tidak pakai bahasa tapi mereka tetap bisa menciptakan kegembiraan.

Pewarta: Hery Sidik
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019