Lebak (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten Siti Ma'ani Nina mengatakan kasus kekerasan seks di daerah ini cukup menonjol yang dialami anak dan perempuan.

"Kami minta masyarakat dapat melindungi anak dan perempuan dari kekerasan itu," kata Siti Ma'ani Nina saat mengunjungi korban banjir dan longsor di Dodiklatpur Ciuyah Kabupaten Lebak, Jumat.

Kekerasan anak dan perempuan harus mendapat perhatian pemerintah daerah, "stakeholder", aparat hukum dan berbagai elemen masyarakat.

Selama ini, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Banten cukup menonjol dan berdasarkan laporan tahun 2019 mencapai 300 kasus.

Baca juga: Kekerasan berlatar seks di Lebak tinggi

Pelaku kekerasan seks itu akibat pergaulan lingkungan sehingga orang tua dan masyarakat harus mengawasinya.

Namun, pelaku kekerasan seksual itu kebanyakan dilakukan orang dekat baik dari keluarga maupun lingkungan pergaulan.

"Kami minta orang tua dan masyarakat dapat mengawasi pergaulan anaknya itu guna mencegah korban kekerasan seks yang menimpa anak dan perempuan," katanya menjelaskan.

Menurut dia, pemerintah Provinsi Banten mengapresiasi terhadap stakeholder yang terlibat untuk pencegahan kekerasan anak dan perempuan, di antaranya Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Kehadiran komunitas stakeholder itu membantu dalam melakukan konseling dan sosialisasi ke tingkat desa-desa.

Baca juga: Perempuan bisa menolak ajakan seks oral

Mereka juga mengawasi proses hukum yang ditangani kepolisian hingga proses pengadilan untuk mendampingi korban kekerasan yang dialami anak dan perempuan.

Bahkan, para korban kekerasan anak dan perempuan dilakukan pemulihan trauma healing atau pemulihan psikiologi.

"Kmi berkomtmen melindungi anak dan perempuan untuk mencegah korban kekerasan itu," katanya menjelaskan.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak Ratu Mintarsih mengatakan kekerasan berlatar seks yang menonjol itu akibat dampak penggunaan teknologi digitalisasi juga pergaulan lingkungan sekitar.

Mereka para korban pelaku kekerasan berlatar seks itu kebanyakan usia anak hingga terjadi pembunuhan yang dialami gadis Badui.

Baca juga: Komnas Perempuan terima 319 laporan kekerasan seksual di DKI Jakarta

Mereka pelaku pemerkosaan dan pembunuhan terhadap gadis Badui berusia 13 tahun itu setelah pelaku mengakses aplikasi pornografi melalui teknologi digitalisasi.

Korban pemerkosaan juga dialami anak-anak usia di bawah 10 tahun dan pelakunya orang dewasa, bahkan dilakukan orangtuanya sendiri hingga anaknya hamil dan pelaku ditangkap di Jakarta.

Kekerasan seks itu, kata dia, tentu menjadikan perhatian pemerintah, aparat hukum dan masyarakat.

"Kami minta orangtua dapat memperhatikan dan mengawasi anak-anak jika menggunakan handphone juga bergaul di lingkungan," katanya.

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020