Jakarta (ANTARA) - Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal memaparkan pentingnya strategi manajemen media sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam memelihara dan menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Tentunya Polri sebagai penanggung jawab keamanan sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 kami berkepentingan, untuk melakukan manajemen media," kata Irjen Iqbal dalam Rapim Polri di Jakarta, Rabu.

Di era digitalisasi ini, kata Iqbal, kerap menimbulkan ekses negatif sehingga marak terjadi berita palsu yang mengakibatkan bias informasi di tengah masyarakat yang menjadi salah satu faktor penyebab gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Pada intinya, manajemen media itu bagaimana menekan isu negatif dan menaikkan isu positif," kata Iqbal.

Untuk itu, kata Iqbal, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan pendahulunya Jenderal (Purn) Tito Karnavian menempatkan manajemen media sebagai program prioritas.

"Karena di lingkungan, baik pusat maupun regional telah menghendaki Polri untuk melakukan pemetaan media secara profesional," kata Iqbal.

Mantan Wakapolda Jawa Timur ini mengatakan pada prinsipnya semua kementerian dan lembaga membutuhkan dukungan dari masyarakat. Dalam hal ini, media merupakan representasi dan suara dari masyarakat.

Untuk itu, kata Iqbal, selain membangun sistem, Humas Polri juga menjalin kemitraan terhadap media itu sendiri.

"Kami komunikasi intensif kepada media, bukan hanya ketika ada masalah saja," kata Iqbal.

Dengan manajemen media, Polri bisa menjadi pemain dalam menentukan isu dan mengelolanya.

"Bapak Kapolri pernah mengatakan bahwa Kadiv Humas itu bukan lagi sekadar juru bicara, tapi dia tampil sebagai king maker," kata Iqbal.

Iqbal menjelaskan humas saat ini menjadi bagian penting bagi semua satuan kerja (satker) di setiap Polda.

Ia mencontohkan bahwa peran humas sangat penting untuk mempublikasikan pengungkapan sebuah kasus yang menjadi perhatian masyarakat sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.

"Karena media itu dapat mempengaruhi 80 persen persepsi publik,” ujarnya.

Iqbal menambahkan, media harus piawai dalam menyusun narasi karena narasi yang dikemas dengan baik dan tepat akan berdampak positif.

Ia mencontohkan jika terjadi suatu kasus begal, lalu tersebar di sosial media, akan membentuk opini publik bahwa daerah itu tidak aman. Ketika kasus tersebut bisa diungkap, lalu diberitakan secara masif dan viral maka akan dapat mengubah persepsi publik.

"Ini upaya membentuk opini jaminan keamanan," katanya.

Baca juga: Polri ajak kementerian/lembaga sinergi dalam manajemen media

Baca juga: Polisi imbau masyarakat Kupang bijak gunakan media sosial

Baca juga: Polisi terkendala tangkap begal warteg karena media sosial

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020