kasus perundungan ibarat fenomena gunung es
Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui instansi berwenang menginisiasi pembentukan Satgas Anti-Perundungan (Bullying) di sekolah, mengingat akhir-akhir ini kasus perundungan terus terjadi, sementara penanganannya belum dilakukan secara terpadu.



"Maraknya kejadian bullying di sekolah yang terus berlangsung dari generasi ke generasi inilah yang kemudian menginisiasi kami membentuk Satgas Anti Bullying," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Minggu.



Ia mengaku beberapa hari lalu telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak terkait dalam keinginan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Perundungan di sekolah tersebut.



Baca juga: Jateng gandeng aktivis difabel pastikan korban perundungan tertangani
Baca juga: Polisi segera selesaikan pemberkasan kasus perundungan anak
Baca juga: Solusi gubenur atas kasus perundungan di Purworejo disayangkan APPKHL


Diharapkan adanya satgas ini adalah bisa meminimalisir, bahkan bisa menghentikan perundungan antara teman-teman di sekolah maupun yang dilakukan oleh kelompok siswa di sekolah.



Pihak yang diajak kerja sama dalam inisiasi pembentukan Satgas Anti-Perundungan di sekolah ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Kaltim.



Kemudian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Kaltim, Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda, dan Forum Anak Kaltim.



"Kasus perundungan ibarat fenomena gunung es yang terus terjadi karena adanya indikasi pembiaran baik oleh guru, orang tua, pihak sekolah maupun pengawas. Banyak perundungan terjadi, namun yang terungap hanya sedikit," kata Halda.



Baca juga: Jateng perbaiki sistem pendidikan cegah terulangnya perundungan
Baca juga: Komnas Anak: Butuh mekanisme nasional cegah kejahatan anak
Baca juga: Psikolog: Pelaku perundungan perlu didampingi agar pahami kesalahan


Jika ditelisik lebih dalam, perundungan akan berpengaruh pada jiwa anak atau perkembangan mental pada korban. Bahkan kasus perundungan kerap terjadi karena tidak adanya komunikasi efektif dalam keluarga, sedangkan di sekolah, komunikasi antara siswa dan guru pun tidak lancar.



Usia SMA, katanya lagi, merupakan usia transisi menuju fase dewasa, sehingga rujukan perilaku mereka adalah teman sebaya atau per kelompok antara mereka, bukan lagi oleh orang tua.



"Pola asuh sangat penting agar anak memiliki kemandirian dan keberanian dalam menghadapi pelaku perundungan. Anak juga harus berani mengadu jika mengalami perundungan sehingga mendapat dukungan sosial besar dari keluarga," katanya.



Baca juga: KPPPA terjunkan tim tindaklanjuti perundungan murid SMP di Malang
Baca juga: Kasus bully siswi Butuh, Muhammadiyah sayangkan penutupan sekolah


Menurutnya, masalah perundungan bisa dihilangkan asalkan dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi, sehingga perlu dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak mulai dari orang tua, guru, manajemen sekolah, dan pemerintah.



"Satgas yang terbentuk nantinya akan menjadi jembatan komunikasi guna melakukan upaya strategis sebagai agen pencegahan maupun penanganannya, sehingga pelaku menyadari perbuatannya, kemudian korban rundung juga tidak trauma," tutur Halda. 

Baca juga: KPPPA pastikan kasus perundungan gunakan sistem peradilan pidana anak
Baca juga: Kemendikbud katakan sekolah harus punya sistem pencegahan perundungan
Baca juga: Tiga pelajar pelaku perundungan di Purworejo tidak ditahan


Pewarta: M.Ghofar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020