Kegiatan ini untuk mendorong universalitas konvensi anti penyiksaan PBB yang telah disepakati sejak 1984
Jakarta (ANTARA) - Di sela-sela Sidang ke-43 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, Senin (24/2), Indonesia berinisiatif menggelar side event (kegiatan sampingan) mengenai Konvensi HAM PBB tentang Anti Penyiksaan (Convention Against Torture Initiative/CTI).

Kegiatan  ini dilakukan bersama dengan negara anggota Kelompok Inti  CTI yaitu Chile, Denmark, Fiji, Ghana, dan Maroko.

“Kegiatan ini untuk mendorong universalitas konvensi anti penyiksaan PBB yang telah disepakati sejak 1984,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui rilis pers Kemlu, Selasa.

Hingga saat ini, sebanyak 169 negara sudah menjadi peserta konvensi tersebut. Diharapkan sesuai target yang ditetapkan pada 2024, seluruh negara anggota PBB akan menjadi peserta.

“Saya yakin banyak yang akan bergabung dan menjadi negara pihak terhadap konvensi. Dalam beberapa tahun terakhir, Kawasan Asia Pasifik menunjukkan tren positif. Pada 2019 misalnya 4 negara di Kawasan telah bergabung yaitu Angola, Grenada, Kiribati, dan Samoa," kata Retno.

Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi internasional untuk mengimplementasikan konvensi ini.

Bantuan teknis kepada negara untuk mengimplementasikan konvensi melalui peningkatan kapasitas penegak hukum sangat dibutuhkan.

“Tidak ada one size fits all formula, untuk itu proses belajar dari sesama peer negara sangat penting,” tutur Retno.



Kerja sama internasional telah dilakukan Indonesia dengan Norwegia yang memberikan pelatihan tata cara wawancara investigatif kepada para penegak hukum.

Pelatihan ini akan meningkatkan kapasitas penegak hukum sehingga dapat mencegah pelanggaran HAM dalam investigasi dan meningkatkan kepercayaan publik kepada penegak hukum Indonesia.

Inisiatif untuk mendorong universalitas Konvensi Anti Penyiksaan ini telah dibentuk sejak 2014.

Inisiatif ini telah meluncurkan dua alat implementasi Konvensi Anti Penyiksaan yakni complaints and investigations dan non-admission of torture-tainted evidence. Keduanya memberikan panduan bagi para praktisi dan pembuat kebijakan untuk secara efektif menerapkan berbagai ketentuan konvensi.

Kegiatan ini selain dihadiri negara anggota PBB juga dihadiri oleh organisasi non-pemerintah, aktivis, dan penggerak HAM global. Baca juga: Menlu Retno angkat pemberdayaan perempuan dalam Sidang HAM PBB
Baca juga: Menlu Retno bahas kerja sama ekonomi dengan berbagai negara di Jenewa


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020