Semarang (ANTARA) - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menyambut baik rencana seorang mantan anggota ISIS yang ingin membantu program deradikalisasi yang sedang digiatkan Pemerintah Provinsi Jateng.

"Nanti saya undang untuk berkeliling ke sekolah-sekolah yang ada di Jawa Tengah untuk mengedukasi masyarakat, khususnya anak muda tentang bahaya radikalisme," kata Ganjar usai menerima kunjungan seorang mantan anggota ISIS, Febri Ramdani, dan dua mantan narapidana terorisme Nur alias Hariyanto dan Badawi Rahman alias Yusril di rumah dinas gubernur, Semarang, Senin.

Baca juga: Kementerian Agama gandeng NU dan Muhammadiyah lakukan deradikalisasi

Menurut Ganjar, cerita dan pengalaman orang-orang yang pernah terlibat gerakan radikal sangat penting karena hal itu dapat digunakan sebagai sebagai salah satu upaya untuk mencegah masyarakat terjerumus dalam gerakan itu.

"Saya memang butuh banyak cerita, pengalaman dari orang-orang yang pernah terlibat (gerakan radikal, red). Dari cerita dan pengalaman itu, saya bisa mengerti metode yang mereka gunakan, cara mempengaruhi hingga apa yang harus dilakukan untuk menangkal," ujarnya.

Baca juga: Kominfo gandeng komunitas lakukan deradikalisasi

Selama ini, Ganjar memang selalu menggandeng para kombatan yang pernah terlibat gerakan radikal untuk memberikan edukasi kepada masyarakat karena dengan demikian masyarakat dapat paham bahwa apa yang dilakukan itu ternyata salah.

"Saya memang ingin teman-teman ini membantu kami dalam upaya deradikalisasi. Sampaikan pada masyarakat, bahwa apa yang pernah dilakukan itu salah, dan masyarakat diberikan 'warning' bagaimana paham-paham ini masuk dalam kehidupan mereka sehari-hari," katanya.

Baca juga: PBNU nilai deradikalisasi perlu untuk jaga ideologi negara

Kepada Ganjar, Febri menceritakan kisahnya yang ia tulis dalam buku berjudul 300 Hari di Bumi Syam: Perjalanan Seorang Mantan Pengikut ISIS.

Febri berangkat ke Suriah untuk menyusul keluarga besarnya yang terpengaruh propaganda ISIS dengan menjual seluruh aset di Indonesia, keluarga besarnya berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Ketika tiba di Suriah, Febri menyaksikan bagaimana kengerian yang terjadi akibat perang saudara di negara itu dan semuanya itu berbeda dengan apa yang ia pikirkan sebelumnya.

Baca juga: Pengamat: Masyarakat harus terus diingatkan untuk cegah radikalisme

"Saya lihat negara itu hancur. Suara bom bisa terdengar ratusan kali dalam sehari. Saya juga pernah ditangkap dan ditahan selama satu bulan oleh salah satu faksi di sana," ujarnya.

Selama lima bulan Febri mencari keluarganya di Suriah, saat ketemu ada beberapa saudaranya yang sudah meninggal dunia karena dipaksa berperang.

Warga Depok, Jawa Barat, itupun melihat kondisi Suriah yang ternyata jauh dari propaganda yang ditawarkan ISIS.

"Saat propaganda berlangsung, ISIS memberikan janji bahwa semua yang mau hijrah ke daerah itu akan mendapat fasilitas termasuk gaji, tunjangan dan lainnya, namun faktanya itu tidak ada sama sekali," katanya.

Orang-orang yang ada di sana, kata dia, dipaksa mengikuti kegiatan militer dan berperang, sedangkan yang perempuan dipaksa menikah.

"Kondisi itulah yang membuat saya sadar, bahwa langkah saya salah. Saya catat semua pengalaman saya itu dalam buku ini agar saya bisa 'sharing' pengalaman dan mengedukasi kepada masyarakat, bahwa propaganda ISIS itu semuanya tidak benar," tegasnya.

Febri melihat bahwa Gubernur Ganjar selama ini sangat konsentrasi terhadap upaya deradikalisasi dan upaya-upaya pencegahan gerakan radikal sangat kuat dilakukan di Jawa Tengah.

Untuk itu, dirinya ingin berbagi pengalaman dan membantu Gubernur Ganjar dalam upaya deradikalisasi agar lebih efektif.

"Saya harap bisa membantu deradikalisasi yang dilakukan Pak Ganjar, mudah-mudahan bisa menebus kesalahan saya selama ini," katanya.

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020