Program jaring pengaman sosial arahan Presiden Jokowi belum maksimal dijalankan Kementan
Palembang (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia menilai Kementerian Pertanian (Kementan) lambat dalam merealisasikan anggaran untuk jaring pengaman sosial bagi petani yang sedang mengalami tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Riezky yang dihubungi dari Palembang, Jumat, mengatakan keterlambatan ini lantaran Kementan ‘gagal paham’ dalam menerapkan Inpres No. 4 Tahun 2020 dan Perpres No. 54 Tahun 2020 tentang refocusing dan realokasi serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanganan COVID-19.

"Sejauh ini saya menilai program ‘social safety net’ (jaring pengaman sosial) arahan Presiden Joko Widodo belum maksimal dijalankan Kementan, padahal sudah ada payung hukumnya," kata dia pula.

Ia mengatakan, dirinya telah menyampaikan kritik ini secara langsung pada rapat kerja virtual refocusing kegiatan dan realokasi anggaran Kementan, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (16/4).
Baca juga: Anggota DPR soroti pemangkasan anggaran sektor pangan


Seharusnya, ia melanjutkan, dalam situasi pandemi COVID-19 ini, Kementan harus bertekad menjadi sektor terdepan dalam upaya mempertahankan produksi pertanian demi kesejahteraan petani dan sekaligus ketahanan pangan nasional.

Program-program yang bersentuhan langsung dengan petani harus didahulukan dan dikawal agar tepat sasaran, seperti program padat karya, pembelian gabah, kegiatan Pekarangan Pangan Lestari, bantuan pangan, bantuan benih dan bantuan alat mesin pertanian.

"Sebelum ada COVID-19 saja, petani karet di Sumsel sudah kesulitan karena harganya anjlok, apalagi saat ini. Jadi saya mengingatkan ke Kementan untuk segera menyalurkan bantuan langsung," kata politisi PDI Perjuangan asal Sumatera Selatan ini pula.

Menurutnya, jika ini hal ini tidak segera dilakukan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif pada kehidupan sosial dan kemasyarakatan warga pedesaan.

Menurutnya, bukan hanya program pertanian yang harus menjadi perhatian, Kementan juga harus mencari solusi nyata, mengingat akibat dari pandemi COVID -19 ini diperkirakan bakal terjadi perpindahan warga kota ke desa.

"Jika tidak dicarikan solusinya, ini bisa menjadi masalah baru," kata dia.
Baca juga: Meski pandemi COVID-10, Kementan sebut penyuluh tetap dampingi petani


Sementara itu, T Puji Santoso (44), petani karet di Desa Sinar Napalan, Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan yang masuk dalam Kelompok Tani Harapan, mengatakan hingga kini dirinya belum menerima bantuan jaring pengaman sosial dari Pemerintah.

Bantuan tersebut sangat diharapkannya karena saat ini harga karet terus anjlok dari Rp5.000/kg hingga Rp4.500/kg dengan kadar kering 60-70 persen.

"Sebelum ada virus ini saja karet sudah jatuh, apalagi sekarang. Banyak petani yang tidak ‘nyadap’ lagi karena tidak balik modal," kata dia.

Untuk bertahan hidup, Puji terpaksa mengolah lahan jagung yang harganya saat ini turun dari Rp3.500-Rp3.000/kg, kini hanya berkisar Rp2.900 hingga Rp3.000/kg untuk pipilan kering, sedangkan untuk jagung basah hanya Rp2.000-Rp1.900/kg.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengalihkan anggaran tahunan Kementerian Pertanian untuk percepatan penanganan COVID-19. Langkah perubahan ini telah diusulkan kepada Komisi IV DPR RI.

Pemangkasan anggaran tersebut sebesar Rp3,6 triliun dari pagu awal Kementan 2020 sebesar Rp21 triliun. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa.
Baca juga: Anggaran Kementan dipangkas Rp3,6 triliun untuk tangani Corona

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020