Kita perlu mendukung inisiatif dari masyarakat yang telah mendirikan Bank Makanan di berbagai daerah, dengan payung/dasar hukum yang kuat dan kokoh. Ini penting bisa menjadi perhatian bersama
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta DPR RI memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang yang terkait dengan mengatasi dampak COVID-19, seperti RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial.

Dia menilai RUU tersebut untuk antisipasi berkepanjangannya pandemi COVID-19 di Indonesia, dan banyaknya korban secara sosial dan ekonomi akibat bencana nasional COVID-19.

"Seluruh elemen bangsa harus inovatif-kreatif dan fokus dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, termasuk DPR, salah satu yang bisa diusahakan adalah hadirnya payung hukum seperti RUU yang sangat bermanfaat untuk kondisi saat ini dan dampaknya ke depan seperti RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial," kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Ketua MPR kirim alat cegah dan "rapid test" COVID-19 ke dapil Jateng
Baca juga: Syarief Hasan: Ganti Perppu 1/2020 dengan APBN Perubahan


Dia menjelaskan, kesejahteraan sosial merupakan salah satu imbas terberat dari pandemi COVID-19 karena banyak warga yang berkurang atau hilang penghasilannya dan daya belinya akibat pandemi tersebut padahal kebutuhan makanan sehari-hari tidak bisa ditunda-tunda.

Menurut dia, selain bantuan sosial yang merupakan kewajiban pemerintah, masyarakat bisa dibantu kebutuhan dasarnya dari Bank Makanan yang dikelola oleh masyarakat secara gotong royong.

HNW mengatakan, kehadiran RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial sangat diperlukan untuk memberikan dasar hukum bagi Bank Makanan yang sudah bermunculan dikelola masyarakat dan mulai bertumbuhan saat ini.

"Kita perlu mendukung inisiatif dari masyarakat yang telah mendirikan Bank Makanan di berbagai daerah, dengan payung/dasar hukum yang kuat dan kokoh. Ini penting bisa menjadi perhatian bersama," ujarnya.

RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial telah ditetapkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 atas usulan Hidayat Nur Wahid melalui Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). Namun, RUU ini belum ditetapkan ke dalam Prolegnas RUU Prioritas yang dibahas pada 2020.

Karena itu HNW mengusulkan perlu ada revisi terhadap Prolegnas Prioritas 2020, dan memasukkan RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial ke dalam prioritas 2020 karena dengan terjadinya bencana nasional COVID-19 yang tidak terduga sebelumnya.

"RUU ini menjadi sangat urgen, untuk menciptakan gerakan bagi masyarakat bergotong royong, juga membantu korban COVID-19, melalui Bank Makanan," katanya.

Politisi PKS itu mencontohkan beberapa negara seperti Amerika Serikat, yang parlemennya aktif menciptakan instrumen hukum untuk merespon wabah COVID-19, dengan produk perundangan yang membantu warga korban COVID-19, di antaranya dengan Families First CoronaVirus Response Act.

Baca juga: MPR: Kepala daerah pastikan warga patuhi pembatasan sosial
Baca juga: Syarief Hasan minta pemerintah larang mudik Lebaran


Di negara tersebut, menurut HNW, bank makanan sangat diandalkan masyarakat AS untuk memenuhi kebutuhan akibat pengangguran yang disebabkan oleh COVID-19.

"Ini terbukti dengan sejumlah pemberitaan, dimana masyarakat AS banyak yang membuat sampai antrian panjang di depan sejumlah bank makanan yang ada di sana," ujarnya.

Dia menilai Indonesia perlu mengantisipasi hal semacam itu dengan hadirkan Bank-Bank Makanan yang legal, melalui disahkannya RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial.

Menurut dia, apabila Bank Makanan segera bisa dihadirkan, maka bisa menjadi salah satu di antara solusi kreatif untuk menghadapi dampak sosial ekonomi berkepanjangan dari pandemi COVID-19.

HNW memberikan informasi, bank makanan adalah lembaga/tempat yang dikelola oleh suatu organisasi sosial yang kegiatannya menyediakan makanan kebutuhan dasar manusia, yg dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh orang yang membutuhkan.

Sumber makanan yang ada di bank makanan tersebut biasanya berasal dari (a) makanan berlebih seperti dari rumah tangga, restauran, catering atau acara pernikahan (food waste) yang masih layak untuk dikonsumsi;

(b) Makanan berlebih yang yang hilang atau terbuang antara rantai pasok produsen dan pasar yang diakibatkan oleh proses pra-panen tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan pasar disebabkan permasalahan dalam penyimpanan, penangangan, dan pengemasan sehingga produsen memutuskan untuk membuang makanan karena ditolak oleh pasar (food loss), padahal makanan itu masih sangat layak untuk dikonsumsi.

HNW mengutip data FAO pada 2016, bahwa Indonesia berada di urutan terbesar kedua (setelah Arab Saudi) sebagai negara penyumbang makanan terbuang atau "food waste" dengan total 13 juta ton makanan yang terbuang setiap tahunnya.

"Jumlah yg sangat besar. Ini bisa memberi makan hampir 11 persen populasi Indonesia, atau 28 juta penduduk Indonesia setiap tahunnya," ujarnya.

Karena itu dia menilai RUU Bank Makanan bukan hanya berguna bagi warga yang sangat membutuhkan kebutuhan dasar/makanan, terutama sekarang yang terdampak COVID-19 dari segi sosial dan ekonomi, tetapi juga menghindarkan sebagian masyarakat dari perilaku mubazir terhadap makanan, di tengah banyaknya warga yang memerlukan makanan seperti korban COVID-19.

Selain itu menurut dia agar menjadi payung hukum, yang menyemangati dan melindungi Bank Makanan dan aktivisnya untuk bisa aman berkontribusi hadirkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia.

Baca juga: Kemarin, pernyataan Presiden terkait COVID-19 hingga MPR larang mudik
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Pemerintah harus lebih tegas demi cegah COVID-19

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020