....kami belum menemukan teknologi (pengolahan limbah) yang tepat untuk kepulauan," kata Dirjen PSLB3
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan perlu dicari solusi pengolahan limbah B3 yang tepat untuk negara kepulauan luas seperti Indonesia.

"Karena daerah kita kepulauan, yang jadi persoalan kami belum menemukan teknologi (pengolahan limbah) yang tepat untuk kepulauan," kata Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu dalam diskusi Hari Bumi via konferensi video di Jakarta, Rabu.

Salah satu teknologi yang sering digunakan untuk pengolahan limbah B3 saat ini adalah insinerator atau mesin pembakaran sampah dengan temperatur tinggi.

Namun, pengolahan dengan insinerasi atau pembakaran tidak menyelesaikan semua persoalan. Hal itu disebabkan proses insinerator meninggalkan hasil akhir abu ringan yang dapat terlepas ke udara dan menimbulkan polusi.

Baca juga: KLHK dorong pemanfaatan limbah B3 bernilai ekonomis

Tidak hanya itu, pembakaran beberapa bahan tertentu seperti plastik yang tidak mencapai suhu yang diperlukan dapat melepaskan dioksin, polutan berbahaya yang dapat menyebabkan kanker.

Permasalahan pengolahan juga semakin penting di saat pandemi COVID-19 seperti sekarang. Penambahan jumlah limbah infeksius B3 diperkirakan terjadi dengan masif, termasuk di daerah-daerah yang belum memiliki insinerator memadai.

Hal itu tercermin dengan fakta bahwa dari 132 rumah sakit rujukan yang ditunjuk pemerintah untuk merawat pasien COVID-19, baru 20 yang memiliki insinerator berizin, menurut data KLHK sampai April 2020.

"Tapi apakah praktik itu bisa dilakukan untuk hari-hari ini. Karena daerah remote (terpencil) itu sulit. Di sana ada rumah sakit, ada puskesmas.Tapi bagaimana cara pengolahan yang tepat di daerah kepulauan," kata dia dalam diskusi yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut.

Baca juga: KLHK dorong pemerintah daerah bangun tempat pengelolaan limbah B3

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020