Kami mengusulkan Dewan Ketahanan Pangan yang memimpin pengelolaan pangan nasional di tengah bencana nasional ini dengan menjadi off-taker produk-produk pertanian, peternakan, dan perikanan
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta mengoptimalkan Dewan Ketahanan Pangan Nasional dan Dewan Ketahanan Pangan Daerah untuk mengkoordinasikan ketersediaan dan distribusi pangan, sehingga kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dan harganya terjangkau di tengah pandemi COVID-19.

"Kami mengusulkan Dewan Ketahanan Pangan yang memimpin pengelolaan pangan nasional di tengah bencana nasional ini dengan menjadi off-taker produk-produk pertanian, peternakan, dan perikanan," ujar Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Lukmanul Hakim di Jakarta, Selasa.

Selain itu, lanjutnya, lembaga tersebut juga harus berperan aktif dalam pendistribusian dengan melibatkan BUMN, BUMD, swasta dan pihak terkait lainnya, sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan.

Sebagaimana ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006, Dewan Ketahanan Pangan Nasional dipimpin oleh Presiden dengan Ketua Harian Menteri Pertanian. Sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota Dewan Ketahanan Pangan Daerah dipimpin Gubernur/Bupati/Walikota.

"Dewan Ketahanan Pangan sangat powerful sangat efektif untuk mengatasi permasalahan pangan," ujar Lukmanul Hakim melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Presiden Jokowi: Pastikan distribusi bahan pokok tidak terganggu PSBB

Sebelumnya dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai Antisipasi dan Mitigasi Sektor Pangan Terdampak COVID-19 terungkap, saat ini sebagian produk pertanian tidak terserap oleh pasar karena tidak beroperasinya industri hotel, restoran dan kafe (horeka) serta ditutupnya mal-mal dalam kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Produk pertanian yang terdampak antara lain sektor hortikultura, sayuran, dan jagung yang kini harganya turun.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Indonesia Maxyedul Sola mengatakan panen jagung saat ini baru 5-10 persen, namun, harganya tertekan di bawah harga pokok produksi (HPP) yang ditetapkan pemerintah Rp3.150 per kg di tingkat petani dengan kadar air 15 persen.

Di peternakan terjadi surplus produksi ayam ras sehingga harga di peternak jatuh. Di sektor perikanan juga mengalami hal yang sama, serapan pasar atas hasil tangkapan nelayan menurun sehingga harganya anjlok.

Baca juga: Presiden Jokowi ungkap sejumlah bahan pokok defisit di banyak provinsi

Sementara itu harga beras, justru mengalami kenaikan di pasar saat ini pada kisaran Rp11.000 - Rp12.000 per kg beras medium. Begitu harga gula mengalami kenaikan tajam dari Rp14.600 menjadi Rp18.400 per kg, naik 36 persen (23 April 2020), bahkan langka di pasar modern dan pasar tradisional.

Sementara itu Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Lampung Prof Dr Bustanul Arifin menyatakan produksi padi tahun ini menurun tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 14,97 juta ton beras atau 25,8 juta ton GKG. Meski begitu cadangan beras dalam posisi aman, hingga bulan Juni 2020 diperkirakan akan surplus 1,8 juta ton.

Oleh karena itu dia mengingatkan bila tidak meningkatkan produksi setelah Juni 2020 perlu kebijakan untuk menambah cadangan beras. “Titik kritisnya akan terjadi di akhir tahun 2020 atau awal 2021, sehingga perlu adanya penambahan produksi atau impor beras,” ujarnya.

Baca juga: Mentan upayakan ketersediaan 11 komoditas pangan selama COVID-19

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020