Yogyakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Prof Nyoman Kertia menyatakan bahwa stres bisa memicu munculnya berbagai penyakit, termasuk kekambuhan pada pasien lupus.

"Stres, kecapekan, dan berjemur matahari bisa membuat penyakit ini kambuh," kata Nyoman melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, melakukan "physical distancing" dalam waktu relatif lama dan situasi yang penuh dengan ketidakpastian dapat menimbulkan kecemasan dan rasa stres. Sementara perasaan stres berkepanjangan tidak hanya berpengaruh pada kesehatan mental, tetapi juga kesehatan fisik manusia.

Baca juga: "Terima Kasih Cinta" berikan edukasi penyakit lupus

Oleh sebab itu, dia mengimbau orang dengan lupus (odapus) sebisa mungkin menghindari agar tidak kelelahan, tidak stres, dan tidak melakukan aktivitas berjemur matahari. Dengan begitu diharapkan penyakit ini tidak mudah kambuh.

Lupus merupakan penyakit autoimun yang disebabkan sistem imun menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh sendiri. Karenanya orang dengan lupus atau odapus memiliki risiko terhadap berbagai jenis infeksi bakteri maupun virus.

"Kondisi kekebalan odapus itu tidak sempurna, tetapi kalau patuh minum obat sesuai petunjuk dokter kondisinya akan baik-baik saja layaknya orang normal," kata Nyoman menyongsong peringatan Hari Lupus Dunia yang jatuh setiap tanggal 10 Mei.

Dia menyebutkan bahwa sistem kekebalan tubuh menjadi pertahanan utama terhadap kuman serta penyakit. Sementara odapus lebih rentan terhadap infeksi karena sistem kekebalan tubuh bekerja secara berbeda dari orang pada umumnya. Sistem kekebalan pada odapus bekerja terlalu aktif dan menyerang tubuh sendiri.

Baca juga: Penderita lupus jalani hidup secara berkualitas

Baca juga: Lupus, penyakit seribu wajah yang harus diwaspadai


Untuk itu, dia kembali menekankan kepada odapus untuk rutin memeriksakan diri ke dokter dan mengonsumsi obat agar lupus bisa dikendalikan. Dengan rutin mengonsumsi obat, akan mengurangi kerentanan atau risiko terhadap infeksi bakteri atau virus, termasuk COVID-19.

"Asalkan minum obat dengan baik dari dokter risiko infeksi kuman bisa ditekan, tapi kalau tidak patuh minum obat ya rentan, " kata Ketua Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM ini.

Menurut dia, lupus bisa menyerang siapa saja di segala usia. Kendati begitu, penyakit ini kebanyakan diderita oleh wanita usia produktif. Sekitar 80-85 persen penderita lupus merupakan wanita.

Lupus dikenal sebagai penyakit seribu wajah karena gejala dan sakit yang ditimbulkan beragam mirip dengan penyakit lain. Gejala yang biasanya muncul adalah sering mengalami nyeri sendi, ruam kemerahan di wajah dan tubuh, sering demam, lelah, sariawan, rambut rontok, kulit sensitif terhadap sinar matahari, dan nyeri dada.

Baca juga: Kenali lupus dan gejalanya

Baca juga: Beri pengertian benar soal lupus


Pakar Rematologi ini menyebutkan hingga saat ini penyebab lupus belum diketahui secara pasti. Namun, sejumlah faktor diduga berperan pada patofisiologi lupus, seperti genetika, infeksi, polusi, dan makanan tidak sehat. "Lupus tidak bisa disembuhkan secara total, tetapi ada yang namanya remisi," kata dia.

Remisi, kata dia, merupakan kondisi klinis sama seperti orang normal. Namun, ada yang tetap membutuhkan obat dan pada beberapa kasus bisa lepas obat . Meski tidak dapat disembuhkan, lupus bisa dikendalikan dengan rutin memeriksakan diri ke dokter.

Penyakit ini, menurut dia, menjadi berbahaya jika tidak terkontrol dan ditangani dengan baik. Pasien akan sulit tertolong apabila lupus telah menyerang organ dalam seperti ginjal, paru-paru, hingga otak. "Odapus juga diharapkan bisa menjaga pola hidup sehat, patuh konsumsi obat dan menghindari faktor pencetus kekambuhan," kata dia.

Lupus merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang masih menjadi persoalan kesehatan dunia. Hingga saat ini diperkirakan terdapat 5 juta pasien lupus yang tersebar di seluruh dunia dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020