Revisi UU No 4/2009 ini sudah dari 2016 dibahas oleh DPR dan pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) baru dinilai justru menguntungkan bagi kepentingan negara karena manfaat strategisnya juga banyak berpihak kepada kepentingan nasional.

"Dalam Revisi UU Minerba tersebut, menurut saya justru banyak hal menguntungkan negara," kata Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya (12/5) DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara dalam Rapat Paripurna. Seiring dengan disahkannya Revisi UU Minerba tersebut, banyak sekali pihak-pihak yang menyoroti dan cenderung menyerang pemerintah dan pengusaha batu bara, terutama pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)/Kontrak Karya (KK).

Baca juga: Koalisi organisasi non-pemerintah pertimbangkan uji materi UU Minerba

Mamit memberikan contoh keberpihakan itu antara lain kebijakan tegas tentang pelaksanaan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, kewajiban divestasi saham 51 persen yang sahamnya dimiliki asing, dan perbaikan pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pascatambang dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

Dia juga tidak setuju dengan pernyataan bahwa pengesahan RUU Minerba ini terkesan terburu dan dipaksakan. ”Revisi UU No 4/2009 ini sudah dari 2016 dibahas oleh DPR dan pemerintah," kata Mamit.

Dia juga menyampaikan bahwa terkait dengan pemberian perpanjangan izin PKP2B/KK jelas membantu pemerintah dalam banyak hal. ”Kita tahu bahwa para pemegang izin PKP2B ini adalah perusahaan besar dan melibatkan banyak pekerja dan juga perusahaan pendukung kegiatan pertambangan sehingga bisa mendukung ekonomi daerah dan pastinya royalti dan pajak yang dibayarkan sangat membantu PNBP Minerba kita," katanya.

Baca juga: Membedah isi revisi UU Minerba yang banyak berubah

Selain itu melalui perpanjangan izin ini, penerimaan negara tidak akan berkurang karena luasan PKP2B/KK ini tidak mengalami penyusutan. ”Maka royalti dan pajak yang dibayarkan tetap tinggi. Jika luasan wilayah dikurangi, maka secara otomatis penerimaan negara akan berkurang," katanya.

Perihal konservasi, menurut Mamit, juga patut dipertimbangkan karena jika terjadi penciutan wilayah kemudian dilelang maka akan ada izin pertambangan baru dan pada akhirnya akan berproduksi.

”Produksi batu bara saat ini sudah lebih dari 500 juta ton, maka dengan penambahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru produksi akan meningkat sehingga akan menyebabkan habisnya cadangan," katanya.

Baca juga: Disahkan paripurna DPR, RUU Minerba kini resmi jadi undang-undang






 

Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020