Kupang (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena mendorong para pemangku kepentingan untuk segera duduk bersama, untuk mencari solusi komprehensif dan jangka panjang pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN).

"Masa pandemi dan pascapandemi COVID-19 butuh kerja sama yang erat antarberbagai komponen bangsa baik pemerintah, legislatif, yudikatif maupun semua komponen masyarakat sipil. Kami mendorong para pemangku kepentingan yang diatur dalam Perpres 82 tahun 2018, segera duduk bersama mencari solusi komprehensif dan jangka panjang pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional," kata Melki Laka Lena kepada ANTARA, Rabu.

Dia mengemukakan pandangan itu melalui pesan aplikasi WhatsApp, terkait terbitnya Perpres 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan yang merupakan perubahan kedua atas Perpres no 82 tahun 2018 yang menimbulkan pro kontra.

Baca juga: Peserta JKN tak masalah iuran naik karena dapat manfaat besar

Menurut dia, selain aspek iuran, ada berbagai aspek yang penting dibahas sehingga masyarakat luas memahami secara utuh penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar NTT daerah pemilihan NTT 2 itu juga menyampaikan beberapa catatan. Pertama, sila kelima Pancasila "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", diterjemahkan lebih lanjut dalam Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

UU SJSN dilanjutkan kemudian dengan lahirnya dua penyelenggara untuk melaksanakan jaminan sosial di sektor kesehatan dan ketenegakerjaan berupa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011.

BPJS mulai beroperasi sejak 2014 dan dari kedua BPJS ini yang perlu mendapat perhatian ekstra yaitu BPJS Kesehatan.

Baca juga: JKN-KIS jamin operasi kepala berbiaya mahal petani di Lampung

Kedua, isu sentral yang selalu menyertai perjalanan dan kinerja BPJS Kesehatan yaitu kepesertaan, biaya dan manfaat pelayanan. Perpres 82 tahun 2018 pasal 98 tertulis tentang kesinambungan penyelenggaraan program jaminan kesehatan dilakukan monitoring dan evaluasi meliputi aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, iuran, pembayaran ke fasilitas kesehatan, keuangan, organisasi dan kelembagaan serta regulasi.

Ketiga, perdebatan yang selalu mengemuka dan mengundang debat publik luas dominan di aspek iuran, katanya.

Dia menambahkan, monitoring dan evaluasi aspek lain tidak begitu menjadi perhatian masyarakat luas termasuk para pemangku kepentingan.

Pembahasan yang selalu menguras energi antara pemerintah khususnya Kemenkes, DPR RI melalui komisi lX dan BPJS Kesehatan dominan berkutat di iuran.

Baca juga: FPKS kirim surat ke Pemerintah minta batalkan kenaikan iuran BPJS

Aspek lain yang diatur dalam aturan ini harus dibahas secara mendalam dengan data akurat, khususnya terkait kepesertaan dan manfaat pelayanan kesehatan sehingga analisa dan rekomendasi solusi lebih tepat.

Catatan keempat adalah pembahasan mencari solusi komprehensif jangka panjang harus juga melibatkan berbagai pihak sebagaimana yang tertulis dalam aturan ini.

Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Bappenas, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Otoritas Jasa Keuangan dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing masing bersama DPR RI komisi lX, komisi XI, komisi VIII, Komisi II berdialog bersama secara intensif.

Karena itu, perlu pertemuan informal dan formal semua pemangku kepentingan mencari solusi untuk memastikan kesinambungan penyelenggaraan jaminan kesehatan," katanya. 

Baca juga: Airlangga: Penyimpangan BPJS Kesehatan diselesaikan mandiri

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020