Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong dan membantu industri kecil menengah (IKM) agar tetap bergairah menjalankan usahanya, terutama IKM perhiasan, yang sangat terdampak penjualannya baik domestik maupun ekspor akibat pandemi COVID-19.

“Selaku pembina industri, kami bertekad melakukan pengembangan kepada sektor IKM di dalam negeri supaya tetap eksis di saat pandemi Covid-19, di antaranya adalah IKM perhiasan,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Dirjen IKMA menyebutkan perhiasan merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan bagi Indonesia karena sumbangsihnya selama ini dapat mendongkrak nilai ekspor industri pengolahan nonmigas, yakni sebesar 1,55 persen sepanjang tahun 2019.

Baca juga: Kemenperin jaga pasar ekspor IKM furnitur dan kerajinan

Total ekspor sektor industri pada tahun lalu mencapai 126,57 miliar dolar AS. Kemudian pada triwulan I tahun 2020, kontribusinya mencapai 284,9 juta dolar AS.

Selama lima tahun terakhir (2015-2019), neraca perdagangan perhiasan terjadi surplus setiap tahunnya. “Total perdagangan perhiasan pada tahun 2019 sebesar 2,073 miliar dolar, terdiri dari ekspor yang menembus hingga 1,957 miliar dolar. Tahun lalu, terjadi surplus 1,842 miliar dolar,” kata Gati.

Namun pandemi COVID-19 membawa dampak negatif terhadap bisnis industri perhiasan, khususnya di daerah-daerah yang menjadi sentra emas dan perhiasan seperti di Jawa Timur, Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya.

Hal itu terjadi karena banyak toko emas fisik yang dilarang beroperasi dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Untuk itu Ditjen IKMA Kemenperin sedang bekerja sama dengan beberapa online marketplace untuk memkampanyekan produk-produk lokal guna mendorong penjualan pelaku usaha dan IKM, termasuk produk emas dan perhiasan.

Baca juga: Gara-gara Corona, pertumbuhan ekspor industri kerajinan direvisi

Ketua Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) Eddy Susanto Yahya mengemukakan penjualan perhiasan emas di pasar domestik turun drastis hingga 90 persen pada April 2020. Ini merupakan penjualan bulanan terendah sejak krisis moneter tahun 1998. Memasuki Mei 2020 atau bertepatan dengan bulan Ramadhan, penjualan sedikit meningkat dibandingkan bulan April dengan rata-rata kenaikan 50 persen.

“Meski tidak boleh mudik untuk saling bersilaturahmi secara tatap muka, suasana Lebaran yang biasanya diwarnai dengan memakai perhiasan baru, masih terasa kental. Konsumen masih dapat membeli lewat toko emas yang menyediakan layanan online atau yang tetap masih buka secara fisik namun menerapkan protokol Covid-19 yang sangat ketat,” katanya.

Eddy menambahkan kondisi pasar ekspor produk perhiasan emas tidak jauh berbeda dengan pasar domestik.

“Pada bulan April, kemerosotan penjualan paling dirasakan signifikan. banyak negara tujuan ekspor emas dan perhiasan yang menerapkan lockdown dan menolak pengiriman,” katanya.

Namun, memasuki bulan Mei, ada beberapa negara yang telah mulai membuka pasar, seperti Hong Kong, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat.

“Beberapa produsen perhiasan anggota APPI mulai dapat mengirim pesanan, tetapi masih belum sebesar waktu-waktu normal. Namun demikian, penjualan di bulan Mei naik sebesar 50 persen dibandingkan bulan April,” ujarnya.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020