Palangka Raya (ANTARA) - Penyidik Subdit I Kamneg Direktorat Reserse Umum Polda Kalimantan Tengah menahan seorang oknum pegawai honorer Universitas Palangka Raya (UPR) berinisial ADM yang bertugas di Fakultas Hukum karena diduga menggelapkan sejumlah uang kuliah tunggal (UKT).

"Pelaku berjenis kelamin perempuan ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan UKT milik mahasiswa dari 2016 hingga 2019," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalteng Kombes Budi Hariyanto melalui Kasubdit I Kamneg Kompol R Andri Samudra Yudhapatie di Palangka Raya, Rabu.

Andri mengatakan penahanan terhadap ADM karena berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa penuntut umum.

Kerugian yang dialami sejumlah mahasiswa dalam kurun waktu sekitar empat tahun tersebut sekitar Rp95 juta. Beberapa hari ke depan, perkara penggelapan uang UKT milik mahasiswa tersebut segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum serta barang bukti yang sudah berhasil disita dari tangan ADM.

Baca juga: Dosen UPR terancam dipecat

Perwira berpangkat melati satu itu mengungkapkan pelimpahan tahap dua itu sempat tertunda karena tersangka sempat melayangkan gugatan perdata kepada para korban sehingga harus menunggu hasilnya selesai dulu.

"Tersangka ini dikenakan Pasal 372 kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara," katanya.

Dia menceritakan, sebelum terbongkarnya kedok sang tenaga honorer yang beraksi pada 2016 sampai 2019 itu, dia menawarkan kepada mahasiswa Fakultas Hukum yang ingin membayar UKT secara cepat tanpa harus antre.

Dengan posisinya saat itu, tersangka mengaku bisa membantu proses pembayaran tanpa mahasiswa harus ribet melakukan registrasi ataupun kelengkapan administrasi lainnya.

Beberapa mahasiswa pun tergiur sehingga menitipkan pembayaran uang UKT dengan alasan tidak mau ribet dan antre untuk pengurusan administrasinya.

"Karena dalih tersangka tersebut, sejumlah mahasiswa tergiur dan lebih memilih membayar kepada tersangka, sebab tanpa antre serta mengurus administrasi dan lain sebagainya, hanya terima beres," katanya.

Baca juga: Menristekdikti perintahkan Rektor UPR tindaklanjuti kasus pelecehan

Sementara itu, salah satu korban berinisial DP mengaku mulai menitipkan sejak 2016 sampai dengan 2019. Dia mengaku percaya karena tersangka memang bertugas di fakultas tersebut.

Kasus ini terbongkar ketika DP hendak mengurus pendaftaran judul skripsi. Pihak kampus mengeluarkan rekap pembayaran UKT karena merupakan salah satu syarat untuk mengajukan skripsi.

Ternyata berdasarkan data, DP belum membayar UKT sejak 2016-2019, padahal selama ini dia merasa membayar UKT dengan menitipkan melalui ADM. Akibat kejadian ini, kedok penggelapan yang diduga dilakukan ADM akhirnya terbongkar dan dilaporkan ke polisi.

"Uang yang dititipkan itu tidak disetor ke rekening UPR. Dari hasil pemeriksaan bahwa korban dalam perkara ini lebih dari 10 mahasiswa, namun dalam perkara ini hanya beberapa orang saja yang mau jadi saksi dalam perkara tersebut," ujarnya.

Beberapa mahasiswa yang menjadi korban penggelapan tersebut yaitu DP, HD, DMN, WWK dan MI. Dari keterangan para korban, penyidik juga mendapatkan dua saksi yang mengetahui persis peristiwa tersebut yakni berinisial WS dan RS yang juga tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UPR.

"Selain uang tunai Rp95 juta yang diamankan, petugas juga menjadikan 21 dokumen yang dijadikan barang bukti dan disita oleh penyidik," demikian Andri.

Baca juga: Mahasiswa laporkan oknum dosen FH UPR diduga pungli jutaan rupiah

Pewarta: Kasriadi/Adi Wibowo
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020