Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian terus mengkoordinasikan penanganan kasus Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, termasuk meningkatkan pengawasan lalu lintas produk babi.

Terkait pemberitaan kasus ASF di Pulau Nias, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita menjelaskan bahwa unit pelaksana teknis (UPT) Kementan yang berada di Sumatera Utara yakni Balai Veteriner Medan (BVet Medan) bersama dinas setempat telah melakukan investigasi dan penanganan kasus ASF di Pulau Nias.

Pihaknya juga telah mengeluarkan surat edaran tanggal 27 Mei 2020 terkait upaya peningkatan pengawasan lalu lintas babi dan produk babi khususnya ke pulau Nias.

"Kasus penyakit ASF di Pulau Nias diduga akibat adanya perdagangan dan lalu lintas babi serta produknya dari wilayah tertular ASF di Sumatera Utara melalui jalur tidak resmi," kata Ketut Diarmita di Jakarta, Jumat.

Ketut juga menyebutkan bahwa Kementan telah memberikan bantuan untuk Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Nias Barat, Nias Selatan, dan Nias Utara berupa desinfektan sebanyak 600 liter, 10 sprayer, obat-obatan dan APD melalui Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Sumatera Utara pada awal Mei 2020.

Baca juga: Kementan kembangkan vaksin penyakit demam babi Afrika ASF

Ia juga memastikan bahwa penanganan teknis kasus kematian babi di Pulau Nias terus berjalan dan dilakukan dengan dukungan dari berbagai pihak seperti Dinas Pekerjaan Umum dan unsur TNI, khususnya untuk penguburan (disposal) bangkai babi.

"Sosialisasi tentang risiko pemberian pakan sisa (swill feed, Red) dan penerapan biosekuriti secara sederhana kepada peternak terus dilakukan oleh petugas dinas," kata dia.

Ketut memaparkan bahwa tindakan teknis yang telah dilakukan, termasuk tindakan disinfeksi telah menekan perluasan kasus kematian ternak babi.

Terbukti berdasarkan data ISIKHNAS, kasus kematian babi di Pulau Nias cenderung menurun. Pada bulan Mei tercatat angka kematian sebanyak 16.060 ekor, sedangkan pada bulan Juni 2.060 ekor.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH- Fadjar Sumping, menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 tidak menghalangi upaya Kementan untuk terus mengkoordinasikan penanganan ASF di beberapa daerah yang telah melaporkan kasus seperti di Sumatera Utara, termasuk Pulau Nias dan beberapa wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur dan Bali.

Baca juga: Kasus flu babi di NTT, Kementan perketat produk hewan dari Timur Leste

"Sejak ASF mulai dilaporkan di China pada tahun 2018, kami di Kementan secara konsisten terus mensosialisasikan tentang ASF ke Provinsi/Kabupaten/Kota melalui edaran dan juga sosialisasi secara langsung, pelatihan, dan simulasi," kata Fadjar.

Ia menerangkan berbagai upaya penanganan ASF yang telah dilakukan oleh Kementan pada saat pandemi yakni berupa pemantauan dan koordinasi pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan ASF melalui rapat secara daring dengan wilayah tertular seperti Sumut, NTT, dan Bali.

Selain itu juga mengkoordinasikan langkah-langkah pencegahan dengan wilayah berisiko tinggi seperti Sulawesi Utara, Papua, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Pulau Kalimantan.

Fadjar menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan adalah berupa penetapan kompartementalisasi bebas ASF di peternakan yang telah memenuhi syarat teknis, agar peternakan tersebut dapat menjual dan melalulintaskan babinya.

"Saat ini sudah ada perusahaan dalam proses sertifikasi kompartemen bebas ASF. Kita juga terus menjaga agar wilayah produsen babi seperti Pulau Bulan tetap bebas ASF, sehingga dapat terus mengekspor Babi ke Singapura," kata dia.

Baca juga: Kementan segera uji coba vaksin pencegah virus demam babi Afrika

Baca juga: Kementan: Kematian 888 babi di Bali belum pasti Flu Babi Afrika

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020