Palabuhanratu (ANTARA News) - Masyarakat adat kasepuhan Banten Kidul, Kabupaten Sukabumi meminta perlindungan hak-haknya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi, Kamis.

Pasalnya tanah adat di tiga kasepuhan, yakni di Kasepuhan Sirnaresmi, Kasepuhan Ciptamulya dan Kasepuhan Ciptagelar saat ini sedang bersengketa dengan pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Akibat sengketa tersebut lahan yang sudah beratus-ratus tahun dihuni oleh warga Badui ini terancam akan digusur.

Mencuatnya sengketa antara warga adat kasepuhan dan TNGHS, berawal setelah turunnya SK Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tentang penunjukan kawasan TNGHS dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas pada kelompok hutan Gunung Halimun dan Salak seluas 113,357 Ha di Provinsi Jabar dan Banten.

Warga kasepuhan yang sudah mengelola lahan yang saat ini dikuasai oleh TNGHS tersebut saat ini tidak bisa mengelola kembali. Karena lahan tersebut dilarang oleh pihak TNGHS untuk digunakan warga.

Perwakilan Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul M Buchari, mengatakan, secara de fakto lahan yang yang disengketa di tiga kasepuhan tersebut adalah milik warga kasepuhan. Namun, untuk secara yuridis belum diakui.

"Keberadaan kami di daerah tersebut sudah diakui sejak tahun 1932 lalu," kata Buchari kepada ANTARA, Kamis.

Ia menuturkan, adapun aturan daerah ada mengatur masyarakat dalam pengelolaan hutan terdiri dari atas tiga aturan yakni "leweung titipan" atau hutan titipan, di hutan ini warga tidak boleh mengolah atau mengambil apapun di hutan tersebut.

Peraturan yang kedua adalah "leweung tutupan" yang artinya warga tidak boleh mengubah bentuk hutan tersebut namun boleh digunakan untuk keseharian.

Dan yang terakhir adalah "leweung garapan", di hutan ini warga boleh menggunakannya untuk keperluan sehari-hari, dan boleh merubah fungsi hutan, seperti dijadikan sawah untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

"Namun, yang saat ini disengketakan adalah leweng garapan, karena di daerah itu, kami dilarang oleh pihak TNGHS untuk menggarap lahan itu kembali. Sehingga kami tidak bisa menghidupi keluarga kami," tuturnya.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada DPRD untuk "mendorong" Bupati Sukabumi Sukamawijaya mengesahkan peraturan daerah (perda) tentang keberadaan warga adat kesepuhan. "Karena dalam undang-undang disebutkan, bahwa warga ada harus dilindungi segala hak dan kewajibannya," tandas Buchari.

Di tempat yang sama, Direktur Pengembangan Partisipasipasi Ekonomi Masyarakat Indonesia (Peran) Syaiful Bahari mengungkapkan, pihaknya menginginkan agar pemerintah pusat maupun daerah untuk segera mengeluarkan kebijakan seperti perda perlindungan untuk masyarakat adat.

"Karena keberadaan warga adat kasepuhan diatur dalam UU tentang perlindungan masyarakat adat Indonesia," ungkapnya.

Apabila sengketa ini terus berlanjut, maka pihaknya menilai warga adat kasepuhan tersebut akan termarjinalkan. Dan ini sama saja merebut hak mereka yang sudah lama mereka tanam dan bentuk sedemikian rupa.

"Ini merupakan proses marginalisasi yang dilakukan oleh pihak TNGHS terhadap warga adat kasepuhan di Kabupaten Sukabumi," ujarnya.

Syaiful menyebutkan, apabila kasus ini tidak segera diselesaikan, maka akan terjadi gejolak, pasalnya warga kasepuhan sudah kesal dengan larangan yang sangat memberatkan mereka tentang penggunaan lahan garapan.

Selain itu, mereka juga marah karena, salah satu warga bernama Juma (45) masuk penjara, yang disebabkan masalah sepele, karena mengambil sisa ranting penebangan hutan.

"Sekitar 2.100 kepala keluarga kasepuhan saat ini tergantung dengan keputusan pemda untuk segera membuat perda perlindungan warga adat," sebutnya.

Sementara itu, Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat, Joko Soesilo mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan keinginan warga adat kasepuhan dalam hal perlindungan dan kejelasan statusnya. Dan juga, pihaknya rencananya akan membahas kasus sengketa ini dalam rapat paripurna mendatang.

"Kami akan mengagendakan permasalahan ini untuk dilakukan pembahasan dan agar segera direalisasikan permintaan warga," kata Joko.

Namun, pihaknya meminta agar warga adat kasepuhan terus berkomunikasi dengan pihaknya agar permintaannya segera terealisasikan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009