Jakarta (ANTARA) - Kesatuan Tour Travel Haji Umroh Republik Indonesia (Kesthuri) mempersoalkan Keputusan Dirjen PHU Nomor 323 Tahun 2019 yang menetapkan setoran awal umrah yang mempersulit penyelenggaraan umrah oleh agen perjalanan.

Ketua Umum DPP Kesthuri Asrul Azis Taba dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengatakan Keputusan Dirjen PHU 323/2019 itu ditetapkan menjadi regulasi tanpa menyerap aspirasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

"Kementerian Agama sebaiknya lebih akomodatif dalam membuat kebijakan dan lebih aspiratif dengan memperhatikan semua aspek," kata dia.

Baca juga: Kabar baik, ini skenario pelaksanaan ibadah haji, umrah saat COVID-19

Adapun Keputusan Dirjen PHU 323/2019 itu mengatur tentang Pedoman Pendaftaran Jemaah Umrah yang mewajibkan PPIU menjalankan bisnisnya melalui Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Sipatuh).
Ketua Umum DPP Kesatuan Tour Travel Haji Umroh Republik Indonesia (Kesthuri) Asrul Azis Taba usai jumpa pers di Jakarta, Jumat (17/7/2020). (ANTARA/Anom Prihantoro)


Menurut dia, terdapat skema yang sangat birokratis dalam prosedur Sipatuh yang berlawanan dengan produktivitas. Memang aturan Keputusan Dirjen PHU 323/2019 memiliki tujuan yang baik untuk mengatur tata kelola penyelenggaraan umrah tetapi pada pelaksanaannya justru menghambat bisnis umrah.

Dia mencontohkan pada tahap awal calon jamaah harus menyetorkan Rp10 juta jika ingin mendapat porsi menunaikan ibadah umrah. Sementara sejatinya nilai minimal setoran sebaiknya tidak perlu ada patokan karena uang muka seharusnya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Baca juga: Pemerintah minta PPIU melapor soal jamaah umrah yang tertahan di Saudi

Kemudian, kata dia, PPIU baru bisa menarik setoran calon jamaah dari bank jika cicilan berumrah jamaah terkait sudah mencapai minimal Rp15 juta. Sementara PPIU tidak dapat menunggu waktu terlalu lama dalam penyelenggaraan umrah karena membutuhkan dana secepatnya untuk operasional seperti booking akomodasi, transportasi dan unsur lainnya.

Jika harus menunggu cicilan jamaah senilai Rp15 juta baru dapat ditarik PPIU, kata dia, maka yang terjadi biro travel umrah mencari dana talangan yang tidak mudah sehingga secara prosedur menyulitkan.

Selanjutnya, kata Asrul, terdapat aturan lain yang memberatkan calon jamaah dan PPIU. Aturan dimaksud yaitu masyarakat dianggap sudah melunasi biaya umrahnya jika setorannya sudah mencapai minimal Rp20 juta dan dicicil maksimal tiga kali.

"Ini dapat mengganggu program promo dan diskon seiring ada beragam harga paket yang sangat bergantung pada fasilitas PPIU," katanya.

Dia mengatakan sejumlah PPIU sudah mengajukan gugatan perkara Keputusan Dirjen PHU323/2019 ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan nomor registrasi 175/G/2019/PTUN-JKT. Kemudian sudah ada putusan terkait perkara tersebut dengan Nomor 173/B/2020/PT.TUN.JKT.

Hasil putusan, kata dia, mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. PTUN menyatakan Keputusan Dirjen PHU 323/2019 batal serta mewajibkan tergugat yaitu Kementerian Agama mencabut aturan tersebut.

"Sudah ada putusan dan banding Kemenag ditolak. Saya tidak tahu jika nanti mereka melakukan kasasi. Ke depan kami ingin jika Kemenag menggodok aturan supaya dilibatkan. Jangan kami diundang ketika sudah diputuskan dan hanya untuk sosialisasi aturan," katanya.

Baca juga: Kemenag harapkan PPIU menjadwal ulang pemberangkatan jamaah umrah
Baca juga: Jamaah umrah yang miliki visa diminta PPIU bisa tetap berangkat

 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020