Banda Aceh (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh menunda sidang korupsi penjualan telur ayam di Dinas Peternakan Aceh dengan kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar dengan agenda mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum.

Penundaan persidangan tersebut disampaikan majelis hakim yang hanya dihadiri hakim anggota, Edwar, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Selasa.

"Menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda yang sama. Kepada jaksa penuntut umum, kami minta untuk menyiapkan tuntutannya. Sidang dilanjutkan 5 Agustus mendatang," kata hakim Edwar.

Persidangan tersebut dengan terdakwa Ramli Hasan dan Muhammad Nasir. Terdakwa Ramli Hasan merupakan Kepala Unit Pelaksana Daerah Balai Ternak Non Ruminansia (UPTD BTNR) Dinas Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar. Sedangkan terdakwa Muhammad Nasir merupakan bawahan terdakwa Ramli Hasan di UPTD BTNR tersebut.

Pada sidang tersebut tersebut, terdakwa Muhammad Nasir dihadiri penasihat hukumnya, Junaidi. Sedangkan terdakwa Ramli Hasan hadir ke persidangan tanpa didampingi penasihat hukum. Hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU) Taqdirullah dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar.

Baca juga: Terdakwa korupsi telur Rp2,6 miliar ajukan eksepsi

Sebelumnya, JPU Taqdirullah menyampaikan pihaknya belum bisa membacakan tuntutan terhadap terdakwa Ramli Hasan dan terdakwa Muhammad Nasir di persidangan. Sebab, penyusunan berkas penuntutan terhadap kedua terdakwa belum selesai.

"Oleh karena itu, kami memohon majelis hakim memberikan waktu seminggu kepada kami untuk menyelesaikan berkas penuntutan. Berkas penuntutan ini akan kami bacakan pada persidangan berikutnya," kata JPU Taqdirullah.

Junaidi, penasihat hukum terdakwa Muhammad Nasir, menyebutkan kendati jaksa penuntut umum belum menyampaikan tuntutan, pihaknya akan mengajukan nota pembelaan.

"Kami sedang menyusun nota pembelaan berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Fakta di antaranya bahwa klien kami hanya staf yang menjalankan perintah atasan," kata Junaidi usai persidangan.

Pada persidangan sebelumnya, terdakwa Ramli Hasan dan terdakwa Muhammad Nasir didakwa korupsi telur hasil produksi peternakan telur dengan kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar.

JPU Ronald Reagan dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar menyebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua terdakwa tidak menyetorkan uang hasil produksi peternakan ayam ke kas daerah dalam rentang waktu 2016 hingga 2018.

"Seharusnya, uang hasil penjualan telur masuk sebagai pendapatan daerah. Tapi ini tidak dilakukan terdakwa. Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan mencapai Rp2,6 miliar lebih," kata JPU Ronald Reagan.

JPU Ronald Reagan menyebutkan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, penerimaan hasil penjualan telur pada 2016 Rp846 juta. Namun, yang disetor ke kas negara Rp85 juta.

Kemudian pada 2017, uang hasil penjualan telur Rp668 juta, tetapi yang disetor ke kas negara Rp60 juta. Serta pada 2018, uang hasil penjualan telur Rp11,72 miliar dan yang disetor ke kas negara Rp9,775 miliar.

JPU mendakwa kedua terdakwa secara berlapis, yakni prima melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Kemudian, dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Serta lebih subsidair melanggar Pasal 8 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Baca juga: Polda Aceh bidik calon tersangka korupsi pengadaan bebek petelur

Baca juga: Kejari Bireuen tuntaskan pemberkasan perkara korupsi dana desa

Baca juga: KPK gelar koordinasi dan supervisi penanganan perkara korupsi di Aceh

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020