Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mengatakan Indonesia membutuhkan produk legislasi primer terkait perlindungan data pribadi, karena beberapa undang-undang yang ada belum maksimal dalam melindungi data warga negara.

"RUU PDP ini adalah inisiatif pemerintah, Komisi I DPR sudah berdiskusi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, jadi pemerintah sudah merasakan adanya suatu kebutuhan atas legislasi primer yang mengatur tentang perlindungan data pribadi," kata Christina dalam diskusi bertajuk "RUU Perlindungan Data Pribadi, Dapatkah Data Warga Terlindungi?", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Baca juga: Anggota DPR: RUU PDP harus jeli lihat perkembangan teknologi informasi

Dia mengatakan banyak sekali kasus terkait dengan kebocoran, penyalahgunaan, dan jual beli data, selama ini sudah ada beberapa peraturan yang bersifat sektoral.

Cristina mencontohkan terkait rahasia bank di UU Perbankan, UU Administrasi Kependudukan, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Ternyata yang kami tangkap implementasi atau penegakan hukumnya belum maksimal, karena itu kasus-kasus tersebut terus berulang terjadi," ujarnya.

Baca juga: 819.976 data nasabah Kreditplus bocor, pakar ingatkan soal RUU PDP

Karena itu, menurut dia, dibutuhkan sebuah UU khusus terkait perlindungan data pribadi dan Komisi I DPR RI sepakat kalau RUU PDP sangat penting sifatnya dan saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020 yang ditargetkan selesai Oktober tahun ini.

Politisi Partai Golkar itu menjelaskan terkait pembahasan RUU PDP, Komisi I DPR RI telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) secara maraton mulai dari akademisi, asosiasi pelaku usaha, koalisi masyarakat sipil dalam rangka partisipasi masyarakat untuk memberikan berbagai masukan terkait RUU tersebut.

Baca juga: DPR ungkap tantangan DPR selesaikan RUU PDP

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020