Port Harcourt/Yenegoa, Nigeria (ANTARA News/Reuters) - Pasukan keamanan ditempatkan dalam dua hari terakhir di dua kota di Delta Niger, kawasan penghasil minyak Nigeria, untuk membubarkan protes mantan gerilyawan yang menuntut pembayaran tunjangan amnesti mereka, demikian dilaporkan, Rabu.

Sejumlah aktivis mengatakan, pemerintah tidak menepati janji yang mereka buat selama periode amnesti tahun ini dan Delta Niger, kawasan penghasil minyak dan gas terbesar Afrika, berisiko dilanda kekerasan lagi.

Lebih dari setengah lusin kendaraan lapis baja dan empat truk penuh polisi bersenjata ditempatkan di daerah Amarata Yenegoa, ibukota negara bagian Bayelsa, pada Rabu untuk membubarkan mantan militan yang menuntut pembayaran tunjangan, kata seorang saksi mata Reuters.

Orang-orang itu mengatakan, mereka seharusnya memperoleh 300.000 naira (2.000 dolar AS) masing-masing sebagai imbalan atas peletakan senjata mereka sebelumnya tahun ini, namun pemerintah belum membayarnya.

Protes serupa terjadi di Warri, ibukota negara bagian Delta yang bertetangga, Selasa, dimana puluhan mantan gerilyawan yang setia pada eks-pemimpin militan Government Tompolo berdemonstrasi di luar wisma tamu dimana ia tinggal sebelum dibubarkan pasukan keamanan.

"Para mantan militan sudah merasa dimanfaatkan dan diterlantarkan. Tunjangan mereka tidak dibayar sesuai dengan waktunya dan mereka menyalahkan pemimpin mereka atas penderitaan mereka," kata Akinaka Richard, Ketua Prakarsa Rakyat Jelata bagi Perdamaian dan Demokrasi, sebuah kelompok HAM yang berpangkalan di kota utama Delta Niger, Port Harcourt.

"Para pemimpin (mantan militan) sendiri mulai merasa bahwa pemerintah ingin mengubah anak buah mereka agar melawan mereka. Beberapa mantan militan merasa dikhianati oleh pemimpin mereka dan komite amnesti karena kamp-kamp rehabilitasi tidak disediakan," katanya.

Pada Juni, Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

MEND menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND), kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni.

MEND telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Kelompok MEND, yang bulan Juni mengumumkan "perang minyak habis-habisan" yang bertujuan menghentikan produksi, mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009