Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkuat dan memperbanyak sumber daya manusia (SDM) ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai wujud dari reformasi birokrasi dalam memperkuat kontribusi LIPI sebagai lembaga riset.

"Separuh lebih itu SDM pendukung bukan SDM iptek, itu pun SDM ipteknya yang berkualifikasi S3 jauh dari yang kita harapkan, masih sangat kecil," kata Kepala LIPI Laksana Tri Handoko dalam seminar virtual bertajuk "Transformasi LIPI di 53 Tahun", dipantau di Jakarta, Rabu.

Handoko menuturkan salah satu masalah utama yang dihadapi LIPI dan perlu reformasi di dalamnya adalah terkait SDM, di mana terdapat dominasi SDM pendukung, padahal sebagai lembaga riset, LIPI seharusnya memiliki dominasi SDM iptek.

Baca juga: LIPI lakukan reformasi birokrasi perkuat manajemen riset

"Dominasi SDM pendukung 60 persen di semua level," ujarnya.

Dari formasi 6.000-an SDM, dilakukan perampingan menjadi 4.000 SDM dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM iptek karena LIPI merupakan lembaga riset.

Di awal, formasi 6.000-an SDM itu terdiri dari 2.500 SDM iptek, 2.500 SDM pendukung, dan 1.500 Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN).

Dengan dilakukan reformasi birokrasi, maka formasi menjadi 4.000 SDM yang mencakup 3.000 SDM iptek, 1.000 SDM pendukung, dan tidak ada PPNPN.

Untuk perekrutan SDM, maka wajib kualifikasi S3 untuk SDM iptek, dan S1 untuk SDM pendukung.

LIPI menargetkan 70 persen SDM iptek LIPI sudah mendapat gelar doktor atau kualifikasi S3 pada 2024.

Baca juga: Reformasi fundamental harus disertai langkah konkret

LIPI melakukan pemangkasan jabatan struktural atau deeselonisasi dari 355 jabatan menjadi 42 jabatan yang terdiri dari 41 kepala dan satu kepala bagian.

Handoko menuturkan awalnya setiap satuan kerja mandiri mengelola seluruh aspek administratif termasuk anggaran, SDM, pengadaan dan pemeliharaan infrastruktur atau fasilitas riset.

Itu menyebabkan sumber daya termasuk anggaran dan SDM terkotak-kotak di masing-masing unit kerja sehingga menjadi kaku dan tidak ada mobilitas yang dinamis.

"Karena semua mengerjakan semua hal, SDM pendukung cenderung banyak padahal kita lembaga riset tapi SDM iptek jadi tidak dominan sehingga kegiatannya pun lebih banyak kegiatan sekunder, kegiatan administratifnya daripada kegiatan intinya," ujarnya.

Hal itu dinilai kurang efisien sehingga dilakukan reformasi birokrasi yang berujung pada pengelolaan anggaran terpusat, pengelolaan infrastruktur terpusat dan dibuka untuk publik, serta semua kegiatan non-riset menjadi tanggung jawab sekretaris utama sehingga semua unit kerja teknis hanya berfokus pada kegiatan riset.

Perampingan unit kerja juga dilakukan dari 51 unit kerja menjadi 40 unit kerja.

LIPI melaksanakan reformasi birokrasi sebagai bagian dari komitmen LIPI untuk membangun ekosistem riset profesional yang kuat, efektif dan efisien.

LIPI melakukan sistem merit antara lain dengan memperhatikan indikator kinerja personal dan indikator kinerja kelompok penelitian, dan melakukan seleksi terbuka internal.

"Mulai tahun ini kami sudah bisa melakukan sistem merit termasuk seleksi terbuka internal," ujar Handoko.

Dalam reformasi birokrasi, LIPI juga menggalakkan kemitraan bisnis berbasis lisensi, aset dan konten.

***3***

Baca juga: LIPI kumpulkan data hasil uji klinis imunomodulator tangani COVID-19
Baca juga: Peneliti LIPI: Pancasila terbukti bertahan dari rongrongan
Baca juga: Peneliti: Pembenahan fundamental perlu diawali dari budaya birokrasi

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020