Kamu merampok ibuku, dari cinta dan kekuatannya. Kemungkinan besar kamu juga tidak akan pernah lagi merasakan cinta dan kehangatan dari pelukan ibumu. Meskipun aku kasihan pada ibumu, aku tidak memiliki rasa iba untukmu. Kamu bukan apa-apa
Wellington (ANTARA) - Putri dari seorang wanita yang tewas dalam penembakan di masjid Selandia Baru menantang supremasi kulit putih Brenton Tarrant dalam sidang hukuman untuk memikirkan keindahan keragaman dan kebebasan yang ingin ia hancurkan saat di dalam penjara.

Putri dari Linda Armstrong terisak saat berpidato di pengadilan di Christchurch pada hari Selasa, hari kedua sidang hukuman.

"Kamu merampok ibuku, dari cinta dan kekuatannya. Kemungkinan besar kamu juga tidak akan pernah lagi merasakan cinta dan kehangatan dari pelukan ibumu. Meskipun aku kasihan pada ibumu, aku tidak memiliki rasa iba untukmu. Kamu bukan apa-apa, "kata Angela Armstrong.

"Sementara dia akan tetap terjebak dalam penjara, ibuku bebas. Oleh karena itu, saya menantang Tarrant untuk menggunakan sisa hidupnya untuk memikirkan keindahan dan kehidupan yang ditemukan dalam keragaman dan kebebasan yang dia coba hancurkan."

Baca juga: PM Selandia Baru tingkatkan perlawanan konten ekstremis daring
Baca juga: Setahun setelah penembakan di masjid, Selandia Baru perangi kebencian


Tarrant, warga Australia berusia 29 tahun, dijadwalkan akan dijatuhi hukuman pekan ini setelah mengaku bersalah atas 51 pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu tuduhan melakukan tindakan teroris selama penembakan di kota Christchurch tahun 2019 yang disiarkan langsung di Facebook.

Hukuman pembunuhan membawa hukuman wajib seumur hidup di penjara. Hakim dapat menjatuhkan hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat, hukuman yang belum pernah digunakan di Selandia Baru.

Hari kedua sidang hukuman didedikasikan untuk memungkinkan orang yang selamat dan anggota keluarga korban untuk berbicara di pengadilan, secara langsung dan melalui video.

Tarrant duduk di pojok dengan pakaian penjara abu-abu saat Angela Armstrong menatapnya dan menggambarkan "efek" dari pembunuhan ibunya yang berusia 65 tahun.

Kyron Gosse, keponakan Linda Armstrong, mengatakan penembak itu datang ke Selandia Baru sebagai tamu, dan menggunakan hak istimewa itu untuk menghancurkan keluarga yang telah tinggal di sini selama tujuh generasi.

"Dipenuhi dengan agenda rasisnya sendiri, pengecut ini bersembunyi di balik senjata besar yang kuat dan menembak Linda tua dari jauh," kata Gosse.

Tarrant "mencuri kepolosan bangsa kita", kata Gosse. Selandia Baru relatif bebas dari kekerasan senjata besar sampai penembakan massal terburuk di negara itu.

Pada hari Senin, jaksa penuntut mengatakan kepada pengadilan bahwa Tarrant dengan hati-hati merencanakan serangan untuk menyebabkan pembantaian maksimum dengan mengumpulkan senjata api dan amunisi berkekuatan tinggi, berlatih di klub senapan dan mempelajari tata letak masjid.

Sementara sebagian besar korban Tarrant berada di masjid Al Noor, dia membunuh tujuh orang di masjid Linwood, termasuk Linda Armstrong, sebelum ditahan.

Tarrant, yang mewakili dirinya sendiri, akan diizinkan untuk berbicara di beberapa titik selama persidangan, meskipun Hakim Cameron Mander memiliki kewenangan untuk memastikan Pengadilan Tinggi tidak digunakan sebagai platform untuk ideologi ekstremis.

Pelaporan langsung dari ruang sidang dilarang, dan pembatasan lain diberlakukan terkait hal-hal yang dapat dilaporkan media.

Reuters

Baca juga: Penembak masjid Selandia Baru bertahun-tahun siapkan aksinya
Baca juga: Tersangka penembak Christchurch hadiri sidang vonis tanpa pengacara

Penerjemah: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020