kalau disebut produk olahan sawit itu tidak baik, bikin 'counter' kampanye bahwa ada banyak nilai manfaat dari sawi
Jakarta (ANTARA) - Kalangan anggota DPR RI menilai komoditas kelapa sawit memiliki nilai yang strategis bagi bangsa Indonesia karena menjadi sumber devisa negara dan penopang ekonomi nasional.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Hasan Aminuddin dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, mengatakan nilai ekspor produk minyak sawit, termasuk oleokimia dan biodiesel pada 2019 mencapai sekitar 20 miliar dolar AS.

Tingginya ekspor minyak sawit dan produk turunannya itu, tambah politikus Partai NasDem tersebut, menjadikan neraca perdagangan Indonesia bisa lebih baik.

"Bangsa Indonesia wajib bersyukur karena memperoleh anugerah yang luar biasa dari Tuhan berupa tumbuh suburnya kelapa sawit yang menjadi sumber devisa negara dan menjadi penopang ekonomi nasional," ujarnya.

Menurut dia, perkebunan kelapa sawit yang umumnya dibangun di daerah terpencil dan minim sarana-prasarana ekonomi mampu mendorong berkembangnya satu wilayah menjadi sentra ekonomi.

Ke depan, kata dia, peran kelapa sawit diharapkan akan semakin penting, terutama karena terkait dengan permintaan yang semakin meningkat untuk dukungan penyediaan pangan dan energi secara berkelanjutan.


Baca juga: Dampak corona, Gapki catat ekspor oleokimia sawit tumbuh signifikan

Baca juga: Meski pandemi, Gapki catat ekspor sawit semester I masih positif


Oleh karena itu, Hasan meminta semua pihak untuk berhati-hati dalam melontarkan pernyataan terkait kelapa sawit, sebab jika tidak pas justru akan menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia.

Senada, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah menyebutkan komoditas sawit sudah menjadi industri strategis karena sumbangan yang luar biasa besar, baik dalam hal pembukaan peluang kerja maupun devisa bagi negara.

Di sisi lain, Luluk mengakui adanya kampanye hitam yang dilakukan komunitas-komunitas internasional terkait sawit.

"Ini dilakukan negara Eropa yang menjadi negara tujuan ekspor. Ya, memang ada kepentingan ekonomi yang sengaja didesain dengan isu-isu lingkungan hidup," katanya.

Luluk menyebutkan para komunitas internasional gencar melakukan kampanye hitam dengan pendekatan yang seolah-olah bisa diterima secara ilmiah bahwa produk dari olahan sawit berbahaya secara kesehatan, serta soal isu lingkungan.

Dia mencontohkan penggunaan pendekatan-pendekatan dengan riset, misalnya produk dari sawit dianggap memiliki lemak jenuh yang bisa mengganggu jantung.


Baca juga: DPR sesalkan saat wabah COVID-19 masih marak kampanye negatif sawit

"Bagi mereka, intinya sawit harus diperangi karena tidak mendukung gaya hidup sehat. Kedua soal isu lingkungan hidup. Jadi, kita ini dipepet dari ujung ke ujung, baik isu kesehatan dan lingkungan," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu membuat "counter issue", misalnya dalam persoalan lingkungan dengan menunjukkan langkah konkrit sudah dilakukannya pengawasan dan pembinaan secara benar agar tidak terjadi perusakan lingkungan.

"Harus ada pemberdayaan petani-petani, terutama sawit rakyat, misalnya pola berkebun dan sebagainya. Kita juga dorong pemerintah bisa meng-'counter' isu secara ilmiah dan elegan juga bahwa kalau disebut produk olahan sawit itu tidak baik, bikin 'counter' kampanye bahwa ada banyak nilai manfaat dari sawit," kata Luluk.


Baca juga: Indonesia angkat isu sawit dalam pertemuan ASEAN-UE

Baca juga: Dubes: Indonesia perlu kampanye terstruktur perangi diskriminasi sawit


 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020