Data pusat harus diverifikasi terlebih dahulu oleh RT/RW-nya yang memahami kondisi ekonomi warganya
Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai kebijakan pemerintah yang akan memberikan vaksin COVID-19 gratis bagi masyarakat tidak mampu menjadi bukti kehadiran negara.

"Rencana pemerintah yang akan memberikan secara gratis vaksin COVID-19 kepada warga yang tidak mampu perlu diapresiasi karena telah sesuai dengan amanat Undang-undang dan sebagai bukti kehadiran negara," ujar Ketua BPKN Rizal E Halim di Jakarta, Sabtu.

Ia menyampaikan warga negara memiliki hak atas kesehatan sebagaimana pasal 12 (2) huruf d Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights-ICESCR).

Serta Paragraf 12 (b) Komentar Umum Nomor 14 mengenai Pasal 12 ICESCR, yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No.11 tahun 2005.

Selain itu hak atas kesehatan juga dijamin dalam Pasal 4 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) serta Pasal 9 (3) UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Namun demikian, kata Rizal E Halim, pemerintah juga harus memastikan bahwa vaksin COVID-19 yang akan diberikan kepada masyarakat miskin tersebut penyalurannya bisa efektif agar jangan terjadi seperti kasus bantuan sosial sebelumnya dimana ada beberapa masyarakat menjadi penerima.

"Data pusat harus diverifikasi terlebih dahulu oleh RT/RW-nya yang memahami kondisi ekonomi warganya," katanya.

Sedangkan untuk rencana pemerintah yang akan melepas vaksin sebagian ke pasar, menurut dia, hal itu sah di tengah keterbatasan dana pemerintah.

"Walaupun kami berharap pemerintah menyediakan vaksin COVID-19 itu secara gratis bagi seluruh warga negaranya," kata Rizal.

Sementara itu, Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan BPKN Arief Safari mengatakan apabila pemerintah terpaksa harus melepas vaksin ke pasar untuk dibeli masyarakat dengan mekanisme pasar, pemerintah diminta untuk melakukan penetapan patokan harga agar tidak terjadi "price gouging".

"Price gouging yaitu kenaikan harga yang gila-gilaan sebagaimana kejadian pada masker dan hand sanitizer di awal-awal pandemi. Tentunya hal ini harus dihindari dengan kebijakan pemerintah melalui penetapan patokan harga vaksin," katanya.

Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Johan mengharapkan agar uji coba vaksin COVID-19 tetap dalam pengawasan pemerintah dan juga dapat dievaluasasi kembali secara berkala dalam kaitan keamanan dan keselamatan konsumen.

"Pemerintah sebelum menjalankan program vaksinasi tentu harus memastikan bahwa secara klinis vaksin itu efektif dan halal," katanya.

Selain itu, lanjut dia, perlu dibuat kebijakan yang efektif agar penyaluran vaksin gratis bisa menjangkau masyarakat tidak mampu dan kalaupun sebagian dilepas ke pasar agar dibuat patokan harga wajarnya agar tidak membebani masyarakat di tengah kesulitan ekonomi saat ini.

Baca juga: Pemerintah cairkan untuk uang muka produksi vaksin COVID-19
Baca juga: Eijkman: Pengembangan vaksin Merah Putih sudah 50 persen selesai

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020