Persyaratan utama untuk 'recovery' ekonomi saat ini adalah dengan menyelesaikan dahulu masalah COVID
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Elvyn G Massasya menilai kunci pemulihan ekonomi pada masa krisis akibat pandemi COVID-19 adalah dengan terlebih dahulu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Selain itu, Indonesia harus menerapkan transformasi model ekonomi serta melakukan subsidi silang (cross subsidy).

"Persyaratan utama untuk recovery ekonomi saat ini adalah dengan menyelesaikan dahulu masalah COVID-19. Untuk itu, harus dilakukan dengan segala cara (at all cost)," kata Elvyn G Masassya, Chairman Financial Intelligence, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Agar tidak resesi, pemerintah diminta kelola konsumsi rumah tangga

Ia menjelaskan pandemi COVID-19 berdampak pada ekonomi dunia, termasuk Indonesia.

Pada triwulan I-2020, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh 2,97 persen dan triwulan II-2020 terkontraksi 5,32 persen dibandingkan triwulan II-2019. Sedangkan triwulan III-2020 diperkirakan terkontraksi berkisar 3-4 persen.

"Banyak negara menghadapi resesi ekonomi yang dipicu pandemi COVID-19. Isunya bukan soal mampu atau tidak mampu menghadapi resesi ekonomi, namun berapa lama dibutuhkan waktu untuk kembali pulih. Itu yang nanti membedakan antara satu negara dengan negara yang lain," ujar Elvyn.

Menurut mantan Dirut PT Pelindo II (Persero) ini, tiga jenis pemulihan ekonomi, recovery pola kurva “V”, dengan kondisi turun lalu kembali mengarah ke atas. Kedua, kurva “U”, yaitu turun ke bawah dalam satu hingga tiga tahun, baru ke atas lagi.

"Kondisi paling berat adalah bila kena kurva 'L', ke bawah dan masa untuk pemulihannya panjang sekali. Jika tidak mampu menangani COVID-19, dikhawatirkan, recovery bentuknya kurva 'L', artinya, masalah COVID-19 harus bisa diatasi," katanya.

Naikkan daya beli

Untuk meningkatkan pendapatan negara akibat turunnya konsumsi masyarakat yang dipicu anjloknya daya beli, diperlukan upaya meningkatkan lagi permintaan (demand).

"Naikkan lagi daya beli, masyarakat harus punya pendapatan. Pemerintah harus money transfer ke masyarakat. Apakah itu melalui bantuan langsung tunai (BLT), apakah melalui pola lain. Intinya harus ada money transfer dari pemerintah ke masyarakat," ujarnya.

Jika demand masyarakat sudah ada, tentu produksi meningkat. Kalau produksi meningkat, lapangan pekerjaan akan muncul.

"Lapangan pekerjaan muncul, pendapatan diperoleh," katanya.

Di sisi lain yang harus juga dipikirkan adalah menghidupkan kembali usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang berkontribusi sekitar 60 persen terhadap gross domestic product (GDP).

"Sumber untuk pemasokan dana itu bisa diambil dari dana penerbitan surat utang atau bisa juga dari perbankan, dengan bunga kredit yang sangat murah. Jika UMKM bergerak, perbankan juga akan menikmati hasilnya," katanya.

Terkait masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), menurut dia, pemerintah harus mengoptimalkan lembaga-lembaga yang dimiliki pemerintah.

"Saatnya bagi BPJS Ketenagakerjaan membuat suatu program baru yang bernama un employment benefit,” ujarnya.

Baca juga: Pemerintah targetkan pertumbuhan ekonomi di RAPBN 2021 jadi 5 persen
Baca juga: Menkeu: Konsumsi, investasi, dan ekspor kunci pertumbuhan nol persen

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020