Jakarta (ANTARA) -
Pengamat politik dari Indobarometer M Qodari meminta agar Undang-Undang Pilkada direvisi untuk menghapus kegiatan kampanye, seperti pentas seni, rapat umum dan kegiatan olahraga guna mencegah penyebaran COVID-19.
 
"Ini mencegah terjadinya kerumunan yang bisa menambah penyebaran COVID-19. Cukup dengan 'door to door campaign', alat peraga atau kampanye daring," kata Qodari saat Webinar Nasional "Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi Satu Tahun Penanganan COVID-19 di Indonesia" secara virtual di Jakarta, Sabtu malam.
 
Menurut dia, pendaftaran bakal calon kepala daerah pada 4-6 September 2020 telah membuktikan ketidakmampuan regulasi institusi untuk mencegah kerumunan dalam Pilkada serentak.

Baca juga: Revisi UU Pilkada, DPD serap aspirasi KPU-Bawaslu di daerah
 
Direktur Eksekutif Indobarometer ini menyebutkan ada dua titik penyebaran COVID-19 dalam tahapan Pilkada, seperti masa kampanye selama 71 hari (26 September-5 Desember 2020) dan hari pencoblosan pada 9 Desember 2020.
 
"Dua tahapan ini berpotensi melahirkan bom atom kasus COVID-19 di Indonesia," kata Qodari.
 
Jika bom atom itu meledak, maka dipastikan akan terjadi ledakan "nuklir" kasus COVID-19 pada akhir 2020.
 
"Kapasitas rumah sakit tidak akan cukup," jelasnya.
 
Oleh karenanya, pemerintah harus membuat proyeksi kebutuhan tempat tidur bagian pasien COVID-19 pada September 2020-Februari 2021 mengingat kasus COVID-19 di Tanah Air terus meningkat.
 
Revisi UU Pilkada juga untuk mengatur kedatangan pemilih berdasar jam dan disosialisasi dengan masif agar pemilih paham.
 
"Atur dalam UU untuk menempatkan TNI-Polri untuk mengatur jarak para pemilih di lokasi TPS," kata Qodari.

Baca juga: KPU: Geser hari pemilihan Pilkada perlu revisi UU atau Perppu
 
KPU juga perlu melakukan simulasi proses tersebut di 270 daerah yang melaksanakan Pilkada agar dapat diantisipasi secara komprehensif.
 
"Simulasi tidak hanya saat pemungutan suara tapi juga dari pengiriman surat pemberitahuan pada pemilih, ritme kedatangan pemilih hingga proses pemungutan selesai," jelas Qodari.
 
Bila KPU tidak bisa melaksanakan Pilkada serentak secara baik dengan mengikuti protokol kesehatan, Qodari menyarankan agar pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2020 ditunda.
 
Hal itu juga mengingat karena waktu yang tersedia untuk merevisi UU Pilkada hingga pelaksanaan simulasi di 270 daerah oleh KPU.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020