Jakarta (ANTARA) - Pemerintah China menyetujui permintaan beberapa diplomat dari Uni Eropa untuk mengunjungi Daerah Otonomi Xinjiang.

China mempersilakan para sahabat dari berbagai negara, termasuk Uni Eropa, untuk melihat dan mengetahui situasi Xinjiang yang nyata daripada mendengar desas-desus atau kebohongan, demikian juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Wang Wenbin di Beijing, Selasa

Dia menentang segala bentuk investigasi terhadap isu-isu terkait Xinjiang yang hanya menyalahkan pihak tertentu.

Oleh sebab itu pernyataan Wang dalam jumpa pers reguler tersebut sekaligus untuk menanggapi permintaan resmi Uni Eropa yang akan melakukan investigasi independen terkait isu mengenai Xinjiang yang banyak dihuni etnis minoritas Muslim Uighur itu.

Baca juga: China peringatkan AS soal tindakan balasan atas UU Muslim Uighur
Baca juga: Trump teken RUU serukan sanksi atas perlakuan China pada Muslim Uighur


Menurut Wang, China telah mengeluarkan pernyataan pers dalam Pertemuan Tingkat Tinggi yang melibatkan para pejabat China, Jerman, dan Uni Eropa secara virtual pada Senin (14/9).

Dalam isu hak asasi manusia, Presiden China Xi Jinping menyatakan tidak ada jalan yang sama menuju pembangunan dan tidak ada perlindungan HAM terbaik kecuali hanya model perlindungan yang lebih baik sehingga semua negara seharusnya mengedepankan urusan dalam negerinya sendiri terlebih dulu.

China tidak bisa menerima penceramah HAM dan menentang berbagai bentuk standar ganda, tegas Xi.

Presiden Xi juga mengklarifikasi bahwa Hong Kong dan Xinjiang sudah menjadi urusan dalam negeri China. China punya hak untuk mempertahankan kedaulatan, keamanan, persatuan, dan menentang siapa saja atau kelompok mana saja yang membuat instabilitas, separatisme, keonaran, dan mencampuri urusan dalam negeri China.

Wang menambahkan bahwa China juga siap bertukar pikiran dan memajukan kepentingan bersama dengan Uni Eropa atas prinsip saling menghormati.

Dalam pertemuan puncak dengan Uni Eropa tersebut juga disinggung beberapa isu HAM, seperti perlindungan terhadap para pengungsi, meningkatnya rasisme, ekstremisme, dan etnis-etnis minoritas di negara-negara anggota Uni Eropa.

Meningkatnya isu anti Yahudi, anti Muslim, dan anti kulit hitam juga dibicarakan dalam pertemuan tersebut.

Uni Eropa mengakui banyak persoalan yang dihadapi dan berharap bisa berdialog dengan China atas dasar kesetaraan, saling menghormati, saling mengerti, dan bisa mengatasi perbedaan dengan tepat, demikian Wang dalam pernyataan persnya yang juga diterima ANTARA. 

Baca juga: Xinjiang ungkap penahanan seorang model
Baca juga: China umumkan sanksi bagi pejabat AS terkait Muslim Uighur

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020