New York (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), seiring dengan kenaikan ekuitas global di tengah harapan untuk paket stimulus AS berikutnya.

Meski begitu, peningkatan kasus COVID-19 memicu kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar dan menahan harga minyak berjangka bergerak lebih tinggi lagi.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November ditutup pada 42,43 dolar AS per barel, naik 51 sen atau 1,22 persen. Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November menguat 35 sen atau 0,87 persen, menjadi menetap pada 40,60 dolar AS per barel.

“Menurut pendapat saya, peristiwa yang paling mungkin mampu menggerakkan pasar minyak mentah ke level berikutnya adalah lewat paket stimulus virus corona,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Harga minyak mengikuti Wall Street lebih tinggi karena pembicaraan politik Amerika Serikat berlanjut untuk RUU bantuan COVID-19 lainnya, setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi pada Minggu (27/9/2020), mengatakan dia memperkirakan kesepakatan dapat dicapai dengan Gedung Putih.

Dolar AS yang lebih lemah, yang bergerak berbanding terbalik dengan harga minyak, juga membantu mengangkat harga minyak mentah berjangka.

Namun, krisis kesehatan global, yang telah memangkas konsumsi bahan bakar global, membuat harga minyak tidak naik jauh lebih tinggi.

“Kecepatan penyebaran virus adalah perhatian utama bagi pejabat kesehatan dan investor keuangan,” kata analis PVM, Tamas Varga.

Beberapa negara bagian Midwest AS telah melihat lonjakan 25 persen dalam tingkat tes COVID-19 yang positif, dan jumlah infeksi baru secara nasional telah meningkat rata-rata menjadi 46.000 setiap hari dibandingkan dengan 35.000 setiap hari dua minggu lalu.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pasar minyak global telah stabil selama beberapa bulan terakhir, tetapi memperingatkan risiko gelombang kedua kasus COVID-19.

Meskipun ada upaya oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya untuk membatasi produksi, lebih banyak minyak mentah diekspor dari produsen OPEC Iran dan Libya.

Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan pada Minggu (27/9/2020) bahwa persediaan minyak komersial di negara-negara OECD diperkirakan hanya sedikit di atas rata-rata lima tahun pada kuartal pertama 2021, kemudian turun untuk sisa tahun ini.

Sementara itu, salah satu bentrokan terberat antara Armenia dan Azerbaijan sejak 2016 terjadi pada akhir pekan, menyalakan kembali kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.

Baca juga: Minyak turun tertekan lonjakan kasus COVID-19 dan kenaikan pasokan
Baca juga: Harga minyak naik lagi, terangkat penurunan stok minyak AS
Baca juga: Minyak naik tipis sehari setelah aksi jual, jelang data persediaan AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020