Pilkada yang semula menjadi sumber masalah, jadi peluang mengatasi masalah, termasuk COVID-19.
Batam (ANTARA) - Jumlah warga yang terpapar COVID-19 diperkirakan sejumlah pihak akan makin meledak dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020. Namun, Pjs. Gubernur Kepulauan Riau Bahtiar memiliki pemikiran sebaliknya.

Sejumlah elemen masyarakat meminta pemerintah menunda pelaksanaan pilkada serentak. Kekhawatiran mereka tentu saja beralasan karena virus corona yang tengah mewabah ini mudah sekali menular dalam kerumunan orang. Apalagi, pilkada identik dengan kampanye dan pengerahan pendukung pasangan calon.

Organisasi masyarakat yang menolak pelaksanaan Pilkada 2020 tidak ingin pesta demokrasi menjadi klaster baru penularan COVID-19. Apalagi, saat ini angka warga terpapar terus meningkat di penjuru Nusantara.

Bahtiar tidak membantah kekhawatiran masyarakat. Namun, pria yang mejabat sebagai Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri itu juga percaya, pelaksanaan pilkada justru yang akan membuat angka penularan virus corona turun.



Menurut dia, pelaksanaan Pilkada 2020 sengaja didesain sebagai instrumen perlawanan COVID-19.

"Yang tadinya jadi sumber masalah, jadi peluang mengatasi masalah," kata Bahtiar.

Maka, pengaturan besar pelaksanaan Pilkada 2020 berada pada proses dan output yang dihasilkan yaitu perlengkapan perang melawan COVID dan melahirkan pemimpin yang paham berstrategi memerangi pandemi.

Apabila tahun-tahun sebelumnya, alat peraga kampanye hanya baliho. Maka, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2020, tim kampanye boleh membagikan masker, sabun pencuci tangan, hand sanitizer, dan perlengkapan menangkal virus lainnya.

"Secara sadar dan sengaja, alat peraga kampanye bisa berupa masker, hand sanitiser atau sabun atau alat perang melawan COVID-19. Itu bisa dibuat paslon. Tulis nomor di sana, tulis tagline," katanya.

Alat peraga kampanye tidak hanya sebagai wadah promosi, tetapi juga membantu masyarakat membentengi diri dari paparan virus.

Dengan adanya pilkada, kata dia, satu paslon bisa menyosialisasikan dirinya kepada masyarakat. Masyarakat menerima manfaat. Yang tidak punya masker, jadi dapat masker karena pilkada.

Produksi masker dan hand sanitizer yang melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi besar.

Dengan demikian, masyarakat terlindungi, uang berputar, dan ekonomi masyarakat bergerak pada saat yang bersamaan.

Tidak hanya itu, pelaksanaan pilkada juga bisa membantu pemerintah menyosialisasikan pecegahan penularan COVID-19 kepada masyarakat.

Apabila selama ini tugas sosialisasi protokol kesehatan dan pencegahan penularan COVID-19 hanya dibebani pada gugus tugas, pemerintah bisa menggunakan penyelenggara pemilu untuk turut mengajak masyarakat melakukan langkah-langkah menghindari virus.

Ia menyebutkan ada 3.300 TPS dikali 10 petugas, jadi ada 3,3 juta penyelenggara yang bekerja di 270 daerah. Ada honornya. Yang tadinya sosialisasi hanya mengandalkan gugus tugas dan BNPB, sekarang punya orang 3,3 juta menjadi agen COVID-19.

Makin banyak agen sosialisasi COVID-19 maka masyarakat makin patuh pada protokol kesehatan. Angka penularannya pun menurun.

Tidak berhenti di situ, dia juga percaya bahwa pilkada saat musibah mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas yang peduli dan mampu menangani masalah besar.

Dalam pilkada, setiap pasangan calon kepala daerah saling adu gagasan, konsep, dan strategi pembangunan. Karena saat ini tengah pandemi, tema besar yang dikampanyekan adalah tentang penanganan COVID 19, dampak sosial ekonomi, dan lainnya.

Masyarakat akan pilih calon kepala daerah yang dianggap punya konsep terbaik.

Output Pilkada 2020, kata dia, mendapatkan 270 kepala daerah yang memiliki konsep, strategi, inovasi, gagasan, dan cara ampuh mengelola pemda di tengah pandemi.

Pandemi yang awalnya diindikasikan sebagai sumber masalah, diubah menjadi peluang yang bermanfaat bagi masyarakat. Bahkan, justru strategis karena punya kepala daerah yang berkualitas.

"Ini bukan pilkada biasa. Semua serbaluar biasa," katanya.
Ketua KPU Kota Batam Herigen menandatangani komitmen pelaksanaan penerapan protokol kesehatan, Selasa (29-9-2020). ANTARA/Naim


Ada Syaratnya

Harapan pilkada sebagai instrumen melawan COVID-19 bisa menjadi kenyataan. Akan tetapi, tentu ada syaratnya, yaitu harus dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Ada risiko paparan bila terjadi kerumunan. Makanya, harus jaga jarak karena COVID-19 menular atau tersebar dengan droplet, aerosol. Oleh karena itu, desain pelaksanaan pilkada harus dengan jaminan protokol kesehatan terpenuhi.

Penyebaran virus corona diyakininya bisa diperlambat apabila semua pihak terkait mendukung dan mematuhi aturan pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum protokol kesehatan.

Masyarakat harus patuh, menghindari kerumunan, mengenakan masker, dan rajin mencuci tangan. Bagi yang melanggar, ada sejumlah aturan yang bisa menjerat, mulai dari PKPU, UU Penanggulangan Bencana, UU Wabah Penyakit Menular, hingga UU Kekarantinaan Kesehatan.

Di Kepri sendiri, dia menegaskan tidak akan menoleransi terjadinya pengumpulan massa.

"Dalam pilkada kali ini, zero toleransi pengumpulan orang banyak," kata Bahtiar.

Ia pun telah mendatangi seluruh calon gubernu untuk mengingatkan agar tidak melakukan kampanye dengan mengumpulkan banyak orang.

"Karena yang bisa mengendalikan massa adalah pasangan calon," katanya menegaskan.

Ia mengajak semua pihak membuktikan kepada daerah lain bahwa Batam dan Kepri menggelorakan gerakan Pilkada Sehat. Sehat dalam proses dan output.

Apabila Batam, Kepri, dan Indonesia berhasil membuktikan pelaksanaan pilkada yang sehat di tengah pandemi, bisa menjadi contoh bagi negara lain.

"Konsep baru, berdemokrasi di tengah pandemi kita mulai dari Batam, Kepri," kata dia.

Hal senada diungkap Pjs. Wali Kota Batam Syamsul Bahrum yang ingin pelaksanaan pilkada berjalan lancar dan sukses dan terhindar dari ledakan angka warga terpapar COVID-19.

Ia pun berharap jangan sampai ada klaster pilkada. Sebaliknya, saat pilkada, angka penularan turun karena anggaran calon kepala daerah untuk sosialisasi penanganan COVID-19.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020