Tembakau iris dahulu memang kurang gengsi untuk dikonsumsi
Kediri (ANTARA) - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri, Jawa Timur melakukan sosialisasi terkait dengan ketentuan tembakau iris kepada para penjual tembakau iris, sehingga mereka tidak melanggar ketentuan.

"Jadi sosialisasi ini kami buat, karena ada pergeseran dalam konsumsi masyarakat, dengan kenaikan cukai yang cukup signifikan di tahun lalu, sehingga masyarakat akan berpikir bagaimana mencukupi konsumsi dalam hal rokok," kata Kepala Sub Seksi Layanan Informasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri Hendratno, di Kediri, Sabtu.

Ia menambahkan, saat ini juga sudah terjadi pergeseran dari sigaret kretek mesin (SKM) ke sigaret kretek tangan (SKT). Terlebih lagi dengan kondisi COVID-19 seperti sekarang ini, ekonomi masyarakat yang melemah sehingga masyarakat memilih mengonsumsi tembakau iris.

Tembakau iris, lanjut dia, dahulu memang kurang gengsi untuk dikonsumsi, namun saat ini sudah mulai banyak yang mengonsumsinya. Untuk itu, Bea Cukai Kediri juga giat melakukan sosialisasi terkait dengan aturan tembakau iris.
Baca juga: Pekerja IHT khawatir kenaikan cukai picu efisiensi tenaga kerja


Dia menyebut, sebenarnya tembakau iris dahulu termasuk barang kena cukai, namun sempat dianulir menjadi barang tidak kena cukai. Syaratnya adalah tembakau iris itu dikirim ke pabrik rokok untuk diolah menjadi bahan baku sigaret, sehingga tidak kena cukai. Namun, jika digunakan untuk jualan eceran harus mempunyai izin dan terkena cukai.

Ia menambahkan, saat ini sudah ada dua pengusaha yang mengajukan untuk usaha tembakau iris di wilayah Bea Cukai Kediri. Namun, semuanya masih dalam proses verifikasi.

"Pengajuan dua, tapi mereka baru pengajuan untuk survei lokasi. Jadi, setelah survei lokasi memadahi untuk diberikan izin. Seiring itu, mengurus perizinan survei lokasi bisa mengurus perizinan rentang tiga bulan. Jika selesai, bisa mengajukan permohonan NPPBKC (nomor pokok pengusaha barang kena cukai)," kata dia lagi.

Dia menambahkan, saat ini penerimaan cukai di Bea Cukai Kediri mencapai sekitar 80 persen dari target Rp20,97 triliun pada 2020 ini. Diharapkan, penerimaan bisa sesuai dengan target hingga akhir 2020.

Agusta Danang Provinato, salah seorang penjual tembakau iris di Kota Kediri mengaku dirinya baru sekitar tiga bulan berjualan tembakau iris. Ia selama ini belum mengerti aturan untuk cukai dan terbantu dengan sosialisasi ini.

Ia mempunyai koleksi tembakau jualannya hingga 150 jenis tembakau dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Cianjur, Bandung, Lombok, Madura, dan sejumlah daerah lainnya. Harganya juga bervariasi per kilogram antara Rp150 ribu hingga Rp200 ribu.

"Pembelinya kebanyakan anak muda. Mereka mulai suka dari rokok konvensional ke tembakau iris, ini karena merasa lebih murah harganya. Biasanya mereka linting sendiri, kami edukasi cara melintingnya," ujar Danang yang juga pemilik Toko "Istana Tembakau" Kediri ini.

Dia juga menambahkan, stok yang dimilikinya juga tidak terlalu banyak, karena khawatir harus dikenakan cukai. Dirinya menggunakan sistem ecer, misalnya ada yang membeli 0,5 ons.

"Kalau izin usaha sudah punya, tapi secara spesifik untuk jualan tembakau belum," kata Danang.

Sosialisasi tersebut diselenggarakan di Istana Tembakau Kota Kediri yang diikuti oleh komunitas pecinta tembakau iris. Kegiatan sosialisasi juga tetap menerapkan standar protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.
Baca juga: AVI dorong penelitian ilmiah terhadap tembakau alternatif
Baca juga: Pakar: Industri tembakau alternatif butuh riset

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020