Stockholm (ANTARA) - Swedia melaporkan 1.075 kasus baru COVID-19 pada Kamis (15/10), namun ahli epidemiologi utama negara itu mengatakan lonjakan kasus baru akhir-akhir ini bukan merupakan sinyal dari gelombang kedua.

Swedia, yang menghindari penguncian dan membiarkan mayoritas sekolah, restoran dan usaha tetap buka di tengah pandemi, menghadapi jumlah kasus baru yang cenderung lebih tinggi sejak awal September.

Banyak negara Eropa memberlakukan kembali pembatasan COVID-19 usai terjadi lonjakan transmisi.

Ahli epidemiologi Anders Tegnell mengatakan negara seperti Belanda, Prancis, dan Spanyol mengalami gelombang kedua, namun berbeda halnya dengan Swedia.

"(Gelombang kedua) Itu akan membutuhkan penyebaran yang cukup substansial di sebagian besar masyarakat, yang sama sekali tidak kita lihat di Swedia," katanya kepada awak media.

Namun menurutnya, lonjakan baru-baru ini perlu ditanggapi dengan "sangat serius".

Total kasus baru yang dilaporkan oleh Lembaga Kesehatan pada Kamis mencakup jumlah kasus yang tidak disertai data hitungan hari sebelumnya.

Swedia pada Kamis mengonfirmasi tiga kematian baru COVID-19, sehingga totalnya menjadi 5.910 kematian.

Secara populasi keseluruhan, angka tersebut berkali lipat lebih tinggi dari negara-negara tetangga Nordik, namun lebih rendah dibanding negara seperti Spanyol, Italia, dan Inggris, yang memberlakukan penguncian COVID-19.

Sumber: Reuters

Baca juga: Swedia tunda perbanyak penonton di stadion karena kasus infeksi naik

Baca juga: PM Swedia pertahankan strategi corona dari kritik atas korban tewas

Baca juga: Kematian akibat corona naik, kepercayaan pada otoritas Swedia turun


 

Tanpa karantina wilayah, kesadaran warga Swedia tinggi


 

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020