Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 memang musibah, tapi katanya justru merupakan sebuah kesempatan untuk kembali menghidupkan spirit olahraga yang mulai terlupakan di tengah masyarakat sekarang ini.

Dulu ada slogan olahraga yang digaungkan Presiden Soeharto berbunyi, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.”

Sepintas terdengar seperti jargon memang. Tapi buktinya, olahraga pada saat itu mampu menyentuh hingga ke bawah ke berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan di sekolah dan instansi pemerintah.

Aditya Pradana, seorang fotografer salah satu media di Indonesia, bercerita betapa olahraga pada saat itu ketika dia masih duduk di bangku SMP dan SMA menjadi bagian dalam kesehariannya.

“Dulu waktu aku SMP-SMA medio 1999-2005, olahraga dilakukan waktu jam istirahat pertama 9.30-10.00. Sama sore jam pulang sekolah. Biasanya habis ujian sekolah, dilombain,” ujar Aditya mengenang masa-masa itu.

Aditya menuturkan selain olahraga seperti sepak bola, basket, dan voli, di sekolahnya juga rutin mengadakan senam setiap Jumat pagi.

Kompetisi olahraga juga menjamur. Menurut Aditya, sekolahnya bahkan rutin mengadakan liga sepak bola. Ia ingat betul bagaimana kala itu dia dan kawan-kawannya harus bermain sepak bola tanpa memakai sepatu. Namun ia tak peduli.

Baca juga: Sabar, demi perayaan pesta olahraga tahun depan

Olahraga, kala itu, menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat selain ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan.

Semangat itulah yang kini diupayakan pemerintah agar olahraga hidup kembali dan dianggap penting dalam kehidupan masyarakat. Tidak hanya saat ada hajatan besar seperti Asian Games, tetapi juga perlu digiatkan secara massal.

Misi itu bahkan telah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat memperingati Hari Olahraga Nasional (Haornas) ke-37, pada 9 September lalu.

“Akibat pandemi COVID-19 ini berbagai kompetisi olahraga nasional dan internasional harus ditiadakan, harus di-reschedule, tentu saja hal ini kurang menguntungkan bagi dunia olahraga kita,” ujar Jokowi.

“Tetapi kondisi ini memberikan kesempatan kepada kita semua untuk melakukan rebooting. Untuk melakukan restart, untuk merancang ulang ekosistem olahraga nasional kita secara besar-besaran ,” kata dia menambahkan.

Pandemi memang tak semestinya menjadi titik tolak untuk memasyarakatkan olahraga. Tetapi tak dipungkiri bahwa sejak awal tahun saat wabah virus corona muncul, kita semua setara; dipaksa rehat sejenak. Seluruh event besar dibatalkan, tak banyak kegiatan yang bisa dilakukan.

Dalam masa terkurung seperti itu, kegiatan olahraga justru mulai kembali digandrungi. Orang-orang mulai aktif bergerak, mulai dari berlari, bersepeda, melakukan senam, atau olahraga ringan di rumah masing-masing.

Fenomena “mendadak” olahraga lantas dijadikan kesempatan juga bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk memperkenalkan beberapa gerakan senam sebagai bagian dari kampanye memutus penyebaran COVID-19 serta mengajak masyarakat untuk giat berolahraga.

Bahkan senam “Stay at Home” (SAH) dibuat lombanya. Digelar pada periode Mei-Agustus, lomba tersebut sukses menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi.

Terbaru, Kemenpora juga memperkenalkan Senam Sundul Langit dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-92.

Sejak pandemi, olahraga pun mulai dirasa penting. Tanpa ada paksaan, orang-orang mulai bergerak berharap bisa tetap sehat dan meningkatkan imunitas di tengah pandemi COVID-19.

Benahi sistem

Orang-orang semakin sadar betapa pentingnya olahraga terutama di masa-masa pandemi seperti sekarang. Padahal jika ada kebijakan dan sistem yang benar dari pemerintah, hal itu bisa menjadi kesempatan untuk menemukan talenta-talenta muda yang bisa berprestasi mengharumkan bangsa di masa mendatang.

Pemerintah melalui Kemenpora sejak tahun lalu sebetulnya sudah memikirkan hal itu. Mencari cara bagaimana membenahi sistem keolahragaan nasional.

Kemenpora tak tinggal diam. Kemenpora sedang menyusun Grand Design Keolahragaan Nasional yang diharapkan mampu menjadi pintu masuk perubahan itu.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengatakan grand design tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mencetak atlet by design, bukan lagi by accident yang selama ini terjadi dan dianggap menjadi penyebab Indonesia masih jauh dari prestasi.

“Intinya adalah prestasi itu harus didesign, kita harus membuat pabrik prestasi tidak bisa dengan 'nemu' untuk dibina atau by accident setelah itu tidak ada pelapis-pelapis yang berada di bawahnya untuk itu harus didesign tidak boleh by accident," kata Zainudin.

Grand Design Keolahragaan Nasional memiliki sasaran jangka menengah dan jangka panjang mulai tahun 2020 hingga tahun 2045, dengan melakukan revitalisasi di berbagai jenjang pembinaan dengan dukungan sport science agar pembinaan bisa lebih terukur.

Baca juga: Menpora: "Grand design" olahraga pabrik prestasi atlet

Untuk jangka menengah, Kemenpora menetapkan program prioritas dari 2020 hingga 2024, terdiri dari pembudayaan olahraga dan pembinaan prestasi.

Pembudayaan olahraga dimaksudkan dapat menjadi langkah awal pemassalan olahraga dalam keseharian masyarakat. Zainudin mempersiapkan grand design olahraga yang dirancangnya akan menekankan pada pemassalan olahraga sejak usia dini atau Sekolah Dasar.

Harapannya, jika olahraga sudah terpatri dalam kehidupan masyarakat, maka minat publik yang ingin menjadi atlet nasional pun akan semakin tinggi. Dan jumlah atlet yang dibina dan didorong untuk berprestasi pun semakin banyak.

Baca juga: Menpora ingin Haornas jadi titik awal implementasi sport science
Baca juga: Menpora anggap pihaknya dapat PR besar dari Presiden Joko Widodo


Prestasi turun

Namun upaya memasyarakatkan olahraga yang dulu diyakini dapat menciptakan talenta-talenta muda pun kemudian perlahan hilang dewasa ini, membuat prestasi olahraga pun kian merosot.

Terbukti, jika menengok ke belakang, pada ajang SEA Games saja misalnya. Indonesia yang baru ikut serta dalam pesta olahraga se-Asia Tenggara pada 1977 itu mampu langsung menyabet gelar juara umum.

Indonesia bisa dibilang merajai pentas SEA Games selama dua dekade pada 1977- 1997. Hanya dua kali Indonesia gagal menjadi juara umum dan menduduki posisi kedua, yakni pada 1985 dan 1995.

Namun, dominasi Indonesia terhenti pada SEA Games 1999-2003 yang saat itu Indonesia harus puas finis di urutan ketiga. Prestasi makin terjun bebas pada edisi 2005 ketika Indonesia merosot ke posisi kelima yang merupakan catatan terburuk di sepanjang pesta olahraga Asia Tenggara itu.

Begitupun dengan prestasi timnas sepak bola. Sempat tembus peringkat 90 FIFA pada 1998 dan disegani se-Asia, lalu kini jeblok ke peringkat 173.

Baca juga: Demi laju jauh timnas Indonesia di Piala Dunia U-20

Inilah yang ingin diperbaiki oleh Kemenpora. Kunci utamanya cuma satu; bagaimana menghidupkan kembali olahraga ke kehidupan masyarakat.

Dan dua program pembudayaan olahraga dan pembinaan prestasi yang tengah digodok pemerintah itu harus menjadi langkah awal perubahan itu. Pembinaan adalah modal terbesar demi memajukan prestasi olahraga Indonesia.

“Dua program ini yang kami design supaya prestasi kita seperti yang diharapkan. Pemassalan dan pemasyarakatan olahraga untuk hidup lebih sehat dan bugar di kalangan masyarakat menjadi awal dari pembinaan prestasi kita. Tanpa itu jangan harap ada talenta muncul untuk didorong menjadi atlet berprestasi yang membanggakan daerah maupun negara," ujarnya.

Untuk mewujudkan ambisi tersebut, pemerintah telah membuktikan diri berbenah lebih serius lewat kebijakan grand design yang saat ini masih dalam tahap uji publik.

Namun penerapan kebijakan pemerintah bisa katakan berhasil jika dibarengi dukungan dan kerja sama serius antara pemerintah daerah, organisasi keolahragaan, dan masyarakat.

Tugas selanjutnya adalah bagaimana mempertahankan kegiatan masyarakat berolahraga ini agar tidak hanya saat pandemi. Semoga saja ketika pandemi ini telah usai, olahraga tetap menjadi keseharian, seperti yang diharapkan Presiden Jokowi.

 

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2020