Di situlah kemudian ada standar yang ditetapkan melalui fatwa
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr HM Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan hasil keluaran fatwa lembaga tersebut terkait sertifikasi halal.

"Pertama, kelompok fatwa standar halal dan kedua fatwa produk halal," kata dia saat menjadi salah satu narasumber pada diskusi virtual yang dipantau di Jakarta, Sabtu.

Ia menjelaskan fatwa standar halal menjadi acuan bagi produsen, regulator dan masyarakat secara umum untuk menjalankan fungsi-fungsi pelaksanaan sertifikasi halal.

Lebih rinci, dalam kelompok fatwa standar halal terdapat dua aspek yakni bahan dan proses. Untuk bahan yakni meliputi bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, ketentuan penggunaan barang haram dan najis dan ketentuan penggunaan bahan hewani yang terdiri dari jenis hewan maupun turunannya, ujarnya.

Baca juga: Pelaku UMKM, kata MUI Gorontalo perlu didorong dapat sertifikat halal

Baca juga: MUI perbarui aplikasi halal


Sementara untuk aspek proses meliputi penyembelihan dan proses Tathhir Syari (barang yang terkena najis, tata cara penyucian, penyucian tanpa menggunakan air).

Ia mengatakan ketentuan penggunaan barang haram atau najis maupun barang hewani dan sebagainya tidak serta merta tidak diperkenankan.

"Di situlah kemudian ada standar yang ditetapkan melalui fatwa," katanya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, di sanalah letak pentingnya pelaksanaan sebuah audit secara langsung agar mengetahui prosesnya.

Untuk memudahkan produsen maka dirumuskan standar yang diturunkan dalam sistem jaminan halal. Setelah proses tersebut selesai maka barulah ditetapkan fatwa atas produk yang sudah mengikuti standar halal.

Secara umum ia mengatakan penetapan fatwa halal merupakan salah satu bagian dari sekian banyak sertifikasi halal.

Baca juga: Wapres minta DPD mediasi MUI dengan BPJPH soal UU Jaminan Produk Halal

Baca juga: LPPOM MUI Riau terbitkan 185 sertifikat halal

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020