Sistem yang reliable dari sisi keuangan negara membuat kita mampu untuk segera melakukan adjustment, adaptif, responsif. Itu bisa dilakukan secara luar biasa, segera, dan fleksibel
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai sistem pengelolaan keuangan dan perbendaharaan Indonesia berada dalam kondisi sangat baik dan dapat diandalkan di tengah tekanan pandemi COVID-19.

Sri Mulyani mengatakan baiknya sistem pengelolaan keuangan dan perbendaharaan Indonesia terbentuk karena telah dilakukan reformasi sejak 16 tahun yang lalu yaitu sekitar 2003.

“Dengan reformasi ini, kita melihat fungsi perbendaharaan di Indonesia semakin lama semakin membaik,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Senin.

Sri Mulyani menuturkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI turut menjadi bukti bahwa seluruh pengelolaan perbendaharaan negara dilakukan dengan prinsip akuntansi yang baik.

Menurut dia, sistem perbendaharaan yang baik membuat pemerintah bisa melakukan adjustment yang adaptif dan responsif terhadap dampak krisis pandemi COVID-19.

“Sistem yang reliable dari sisi keuangan negara membuat kita mampu untuk segera melakukan adjustment, adaptif, responsif. Itu bisa dilakukan secara luar biasa, segera, dan fleksibel,” ujarnya.

Menkeu menjelaskan pemerintah sempat mereformasi sistem pengelolaan perbendaharaan dan keuangan negara melalui tiga paket Undang-Undang (UU) pada sekitar 2003 sampai 2004 silam.

Ketiga UU tersebut masing-masing tentang tentang keuangan negara, perbendaharaan negara dan pengawasan serta pertanggungjawaban keuangan negara.

Sejak reformasi tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan mengemban tanggung jawab memberikan inisiatif dan inovasi terhadap perbendaharaan negara.

"Sejak itu DJPb melakukan berbagai inisiatif dan inovasi di dalam melakukan modernisasi, perbaikan tata kelola dan pengelolaan dari sisi peningkatan reputasi dan kredibilitas," ujarnya.

Di sisi lain, Sri Mulyani menuturkan reputasi DJPb sempat tidak baik saat dirinya pertama menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2005 yaitu terdapat stigma di masyarakat bahwa dalam pencairan anggaran harus menggunakan jasa calo.

Oleh sebab itu, Kemenkeu membentuk front office, middle office dan back office di setiap kantor wilayah DJPb dalam rangka memperbaiki dan mengubah stigma masyarakat tersebut.

“Itu adalah cara pertama untuk membersihkan calo anggaran sehingga menjadi kantor pelayanan relatif baik. Dilakukan otomatisasi di dalam pelayanan sehingga masyarakat semakin tahu,” jelasnya.

Tak hanya itu, Kemenkeu turut melakukan upaya lain yaitu menerapkan modul penerimaan negara sehingga masyarakat dapat mengetahui secara jelas dan transparan terkait arus uang yang masuk ke kas negara.

Kemudian Kemenkeu juga membentuk treasury single account sehingga dapat diketahui besaran dan pemanfaatan uang negara yang berada di setiap Kementerian/Lembaga (K/L).

"Terjadi disiplin dan penertiban dari seluruh pengelolaan keuangan negara untuk bisa menjaga cash, likuiditas dan bagaimana mengatur perbendaharaan itu. Ini untuk memastikan cash pemerintah terjaga cukup likuid,” katanya.

Selanjutnya, Kemenkeu membuat Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) untuk terus memperbaiki tata kelola perbendaharaan negara.

Baca juga: Bamsoet minta Menkeu jelaskan pemanfaatan utang luar negeri Indonesia

Baca juga: Menkeu: Pemerintah fokus 400 desa di daerah 3T terhubung internet 2021

Baca juga: Menkeu ungkap realisasi kredit dari dana negara capai Rp176 triliun

Baca juga: Menkeu pastikan dana PEN dukung aktivitas pesantren saat pandemi

 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020