Jakarta (ANTARA) - Badan Legislasi DPR RI mendengarkan penjelasan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol, dari anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Senayan, Jakarta, Selasa (10/11).

“RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol merupakan RUU usulan dari Anggota DPR RI Fraksi PPP, Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol, menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol, dan menciptakan ketertiban dan ketenteraman di masyarakat dari para peminum,” papar Illiza.

Illiza juga memaparkan empat perspektif yang melandasi urgensi pembahasan RUU yang masuk dalam daftar 37 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 tersebut dalam materi yang disampaikan pada RDP Baleg DPR RI itu.

Perspektif pertama, yaitu perspektif filosofis. Bahwa larangan minuman beralkohol diperlukan untuk mewujudkan nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kedua, dalam perspektif sosial. Banyaknya orang yang meninggal karena minuman beralkohol, timbulnya kejahatan dan kekerasan di masyarakat, membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan kestabilan sosial.

Ketiga, dari perspektif yuridis formal, khususnya hukum pidana. Menurut Illiza, RUU Larangan Minuman Beralkohol sudah sangat urgen karena ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak memadai sehingga perlu dibentuk UU baru.

Perspektif yang terakhir, dilihat dari aspek pembangunan hukum dalam rangka mewujudkan tujuan negara, tujuan hukum, dan tujuan hukum pidana. Adapun dua jenis larangan yang diusulkan dalam RUU tersebut yaitu:

1. Setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual, dan mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan memabukkan.

2. Setiap orang yang menggunakan, membeli dan/atau mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan memabukkan untuk kepentingan terbatas harus berusia minimal 21 tahun dan wajib menunjukkan kartu identitas pada saat membeli di tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.

Kendati demikian, Illiza menyerahkan kembali kepada para anggota Badan Legislasi DPR RI lainnya yang hadir dalam rapat tersebut apabila kedua larangan tersebut mau disesuaikan kembali seiring dengan pembahasan dan masukan-masukan dari para anggota Dewan.

Selanjutnya, pimpinan rapat, Wakil Ketua Baleg DPR RI Ibnu Multazam menyampaikan bahwa hendaknya pengusul RUU terkait dapat memberi penjelasan yang lebih substansi dan menjurus pada hal-hal pokok yang menjadi urgensi atau dasar pentingnya RUU tersebut.

Karena, selain untuk memperkaya pemahaman Anggota Baleg dalam melakukan proses pengharmonisasian yang akan dilakukan, juga untuk menghindari pembahasan yang serupa dengan pembahasan DPR RI periode yang lalu (2014-2019).

Ibnu mengatakan, banyak dinamika yang terjadi pada pembahasan RUU tersebut pada periode lalu. Tapi dinamika itu sudah ditutup. Karena ada norma-norma baru yang disampaikan pengusul, antara lain: Setiap orang dilarang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan mengkonsumsi minuman beralkohol.

"Lah ini berarti pabrik-pabrik minuman beralkohol juga harus dihentikan produksinya. Dilarang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, mengonsumsi minuman beralkohol," kata Ibnu.

Baca juga: Legislator targetkan RUU larangan minuman alkohol segera disahkan

Baca juga: Pansus DPR RUU larangan minuman beralkohol kunjungi Sulut

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020