Jakarta (ANTARA) - Mantan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, menyebut jaksa Pinangki Sirna Malasari yang menyiapkan proposal untuk proses hukum terpidana kasus korupsi "cessie" Bank Bali tersebut.

"Di BAP saudara diminta untuk menjelaskan siapa yang membuat 'action plan'. Jawaban saudara 'Sepengetahuan saya yang membuat Pinangki karena sebelumnya Pinangki mengatakan akan menawarkan kepada Djoko Tjandra untuk membuka 'save deposit box' atau akta kuasa jual karena Pinangki yang menawarkan 'action plan' kasus Djoko Tjandra tersebut untuk mengajukan proposal case," tanya jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung KMS Roni di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

"Seingat saya Pinangki sempat bicara dengan saya akan membuat proporsal dengan orang swasta yang dihadirkan," jawab Anita.

Baca juga: Anita Kolopaking akui dapat 50 ribu dolar AS dari jaksa Pinangki

Anita menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.

Dalam surat dakwaan disebutkan "action plan" tersebut berisi rencana tindakan dan biaya mengurus fatwa MA itu dengan biaya sebesar 10 juta dolar AS yang terdiri dari 10 tahap dan mencantumkan inisial "BR" selaku Jaksa Agung ST Burhanuddin dan "HA" selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali.

"Di BAP no 20, saudara menjelaskan tujuan dibuatnya 'action plan' untuk mengajukan proposal biaya dan cara kerja, saksi tidak tahu biaya dan cara kerja?" tanya jaksa KMS Roni.

"Saya lupa, tapi saya tidak tahu mengenai 'action plan' kecuali proposal, proposal dari Pinangki melalui orang swasta tersebut," jawab Anita.

Namun belakangan Anita mengetahui Djoko Tjandra marah terhadap proposal yang dibuat Pinangki tersebut. Djoko Tjandra lalu mengirimkan bentuk "action plan" tersebut ke Anita melalui "whatsapp"

"Pak Djoko marah dan mengatakan 'sudah stop ya, saya nggak mau urusan lagi," ungkap Anita.

"Djoko Tjandra apa mengatakan 'Gila apa dia mau ambil harta saya, lalu saksi mengatakan kan bapak sudah janji', tapi Djoko Tjandra tetap mengatakan tidak?" tanya jaksa Roni.

"Saya lupa persisnya tapi betul Pak Djoko marah," jawab Anita.

Baca juga: Anita Kolopaking sebut Djoko Tjandra ingin nama baiknya dipulihkan

Selain Pinangki, menurut Anita, Andi Irfan Jaya juga terlibat dalam proposal tersebut.

"Saya cuma tahu Pinangki mengatakan Djoko Tjandra tidak setuju kalau tidak ada orang swasta dan saat saya dikenalkan pada 25 November 2019 'Ini Bu Anita yang Pak Djoko minta ada orang swasta'. Saya cuma urus hukumnya bapak jadi saya cuma tahu dia itu konsultan," tambah Anita.

Anita mengaku bahwa Andi Irfan berperan dalam "action plan" adalah menandatangani akta kuasa jual sehingga bila Djoko Tjandra tidak bisa membayarkan uang maka ada harta Djoko Tjandra sebagai jaminan.

Andi Irfan selanjutnya menyerahkan KTP sebagai dasar Anita untuk membuat akta kuasa jual.

"Dalam BAP 21 Agustus 2020 nomor 10 saudara mengatakan 'Saya mengetahui pada pertemuan 25 November 2019 saya diperkenalkan dengan Andi Irfan Jaya sebagi orang media maka Andi Irfan Jaya yang akan meredam pemberitaan soal Djoko Tjandra tersebut. Hal itu diberitahukan Pinangki saat memperkenalan saya dengan Andi Irfan Jaya di bandara Soekarno Hatta dan bandara Kuala Lumpur', apakah benar?" tanya jaksa KMS Roni.

"Itu yang saya ingat tapi peran lain Andi Irfan saya tidak tahu," ungkap Anita.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.

Baca juga: Sugiarto mengaku diminta Pinangki untuk bayarkan mobil BMW

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020