Selayaknya kita berkata pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, ‘Aku Memilih maka Aku Ada’.
Jakarta (ANTARA) - Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 ditetapkan pada tanggal 9 Desember mendatang. Pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota kali ini akan berlangsung di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada) 2020 di tingkat provinsi diikuti sebanyak 22 pasangan calon, tingkat kabupaten diikuti sebanyak 570 pasangan calon, dan tingkat kota madya diikuti sebanyak 95 pasangan calon.

Terkait dengan jumlah calon pemilih pada pilkada serentak tahun ini, sebagaimana yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, tercatat 100.359.152 orang terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Era pemilihan langsung untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Indonesia dimulai pada tahun 2004. Akan tetapi, untuk pemilihan kepada daerah langsung, baru berjalan sejak 2005 setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Maka, mulai 15 tahun silam, pemilihan kepala daerah (pilkada) di Tanah Air tidak lagi melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pilkada langsung pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005 dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sejak saat itu, setiap warga negara di sebuah daerah pun merasa memiliki hak politik yang digunakan sepenuhnya. Hak memilih tak lagi diwakilkan kepada wakil rakyat. One man one vote. Satu orang satu suara. Langsung bisa memilih wali kota, bupati, gubernur, hingga presiden, sebagaimana saat memilih ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Sebagai wujud dari kedaulatan rakyat yang semestinya digunakan sebaik-baiknya.

Pemilihan langsung membawa kedekatan secara emosional. Mengenal secara langsung figur sekaligus program calon pemimpin daerah yang bersangkutan.
Tak jarang, seorang pekerja dari sebuah daerah yang merantau ke kota lain yang lebih besar sampai merasa perlu pulang kampung demi bisa mencoblos calon kepala daerah pilihannya pada pilkada di kampung halamannya.

Rasa memiliki akan pemimpin masa depan itu begitu besar. Kalau saya tidak ikut memilih wali kota, bupati, atau gubernur, bagaimana perkembangan daerah saya kelak?

Pemilihan kepala daerah serentak awalnya berlangsung dalam skala lokal. Pada tahun 2005, saat itu, Indonesia menggelar serentak pemilihan gubernur dan 19 bupati/wali kota di Provinsi Aceh. Selanjutnya, pada tahun 2010, Indonesia kembali menggelar pilkada serentak dalam skala lokal. Kali itu, pemilihan kepala daerah di 17 kabupaten/kota di Sumatera Barat digelar bersamaan.

Lima tahun kemudian, Indonesia mengukir sejarah dengan menggelar pilkada serentak skala nasional untuk pertama kali.

Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015 dilaksanakan di 269 daerah. Sekitar 98,3 juta orang memiliki hak suara dalam pemilihan tersebut.

Pemilihan kepala daerah serentak skala nasional kedua digelar pada tahun 2017. Saat itu, 101 pilkada digelar dalam satu waktu, termasuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tercatat 41,2 juta orang diikutsertakan sebagai pemilih.

Berikutnya, pada tahun 2018, Indonesia kembali menggelar 171 pemilihan kepala daerah secara bersamaan. Bahkan, seluruh provinsi di Pulau Jawa, selain DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta, menyelenggarakan pemilihan gubernur. Sebanyak 160,8 juta orang tercatat sebagai pemilih.

Di ujung tahun ini, pemilihan kepala daerah serentak kembali akan digelar. Kondisi pandemi COVID-19 yang belum berakhir menjadi pertanyaan besar, bagaimana antusiasme masyarakat pada pilkada kali ini? Akankah partisipasi pemilih masih bisa setinggi Pemilihan Umum Presiden 2019?

Sama seperti Pilpres 2019, Pemerintah mematok target partisipasi 77,5 persen. Saat itu, pencapaian melebihi target. Partisipasi pemilih menyentuh angka lebih dari 80 persen.

Tentu, berbagai hal dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta penyelenggara pemilu dalam melakukan sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020.

Pemerintah memastikan setiap tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 akan berlangsung dalam protokol kesehatan ketat. Baik saat pendaftaran, masa kampanye, debat calon kepala daerah, maupun pemungutan dan penghitungan suara.

Kita berharap, dengan kepastian bahwa protokol kesehatan melawan COVID-19 dijalankan dengan penuh kedisiplinan, agenda demokrasi pemilihan kepala daerah serentak bisa berjalan lancar. Rasa memiliki warga pada calon kepala daerahnya pun tetap tinggi sehingga setiap pemilih antusias datang ke tempat pemungutan suara (TPS) secara tertib, menyalurkan hak politik untuk berpartisipasi dalam menentukan penyelenggara pemerintahan mendatang di daerahnya.

Maka, jika Rene Descartes, seorang filsuf ternama asal La Haye, Prancis yang hidup di abad XVII terkenal dengan ungkapannya Cogito Ergo Sum, Je Pense Donc Je Suis, I Think, Therefore I Exist, Aku Berpikir maka Aku Ada, selayaknya kita berkata pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, ‘Aku Memilih maka Aku Ada’. Keberadaan kita sebagai warga negara akan sangat lengkap dan terasa saat menjalankan partisipasi politik di bilik suara.

I Vote, Therefore I Exist! (saya memilih maka saya ada).

*) Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika

Baca juga: Mendagri paparkan strategi capai partisipasi Pilkada 77,5 persen

Baca juga: Kasad ingatkan anggota netral dalam Pilkada 2020

Copyright © ANTARA 2020