Semarang (ANTARA) - Penerapan protokol kesehatan pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak, 9 Desember 2020, suatu keniscayaan guna mencegah klaster baru penularan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Atas dasar itulah Ketua Dewan Pakar Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) PWI Provinsi Jawa Tengah Dr H Amirudin memandang perlu pantauan pilkada di 270 daerah (9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota) fokus pada pemenuhan hak memilih dan hak atas kesehatan.

Pilkada 2020 diikuti sebanyak 687 pasangan calon (22 peserta pemilihan gubernur/wakil gubernur; 570 peserta pemilihan bupati/wakil bupati; 95 peserta pemilihan wali kota/wakil wali kota). Sebanyak 60 orang di antaranya terkena COVID-19.

Khusus di Jawa Tengah, berdasarkan data per 1 Desember 2020, terkonfirmasi sebanyak 57.094 kasus dan suspek tercatat 6.985 kasus.

Amirudin yang juga Ketua SDGS Center Universitas Diponegoro (Undip) lantas mengungkapkan jumlah pasien COVID-19 di 21 kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada, yakni Kota Pekalongan sebanyak 694 orang, Pekalongan (913), Kota Semarang (8.818), Semarang (1.662), Kota Magelang (602), dan Kebumen (2.471).

Berikutnya di Rembang (1.000), Kota Surakarta (1.289), Purbalingga (735), Boyolali (1.687), Blora sebanyak (1.305), Kendal (2.665), Sukoharjo (1.670), Wonosobo (2.140), Wonogiri (680), Purworejo (1.091), Sragen (1.356), Klaten (1.263), Pemalang (1.387), Grobogan (781), dan Demak (2.344).

Amirudin lantas menyarankan kepada Mappilu untuk melakukan pemantauan pada H-1 dan hari-H pemungutan suara, 9 Desember 2020.

Begitu pula, soal lokasi pemantauan. Karena jumlah anggota terbatas, seyogianya memilih kabupaten/kota yang populasi keterpaparan COVID-19 tinggi (di atas 2.000 kasus) dan paslon yang terkena virus corona.

Ketika memantau pelaksanaan pilkada di Kota Semarang (8.818), Kebumen (2.471), Kendal (2.665), Demak (2.344), dan di Purbalingga (735), Mappilu perlu mengecek penerapan protokol kesehatan (prokes) dan kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan bagi penyelenggara dan pemilih yang telah menjadi standar bagi penyelenggara, kemudian tingkat partisipasi pemilih dalam pemungutan suara.

Baca juga: Protokol kesehatan dinilai jadi jaminan kelangsungan Pilkada 2020

Hak Konstitusi
Sebagaimana diketahui bahwa hak memilih merupakan hak konstitusi yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (1), Pasal 19 Ayat (1), dan Pasal 220 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Begitu pula, ketentuan hak untuk turut serta dalam pemerintahan diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).

"Ketentuan itu menunjukkan jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk melaksanakan hak pilihnya," kata Amirudin yang juga Ketua Prodi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip.

Sementara itu, hak atas kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 Angka 1 disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan yang sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan dasar diakuinya derajat.

Dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28A disebutkan bahwa semua orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Selanjutnya, pada Pasal 28H Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) adalah tanggung jawab negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I Ayat (4).

"Penyelenggara pilkada sebagai pelaksana fiduciary dari hak konstitusional warga berkewajiban menjamin keterpenuhan HAM," kata Amirudin dalam silaturahmi dan koordinasi Dewan Etik dan Dewan Pakar Mappilu PWI Jateng di Gedung Pers, Jalan Tri Lomba Juang Semarang, Rabu (2/12).

Pantauan pada pilkada kali ini dalam situasi salus populi suprema lex esto (kesehatan masyarakat adalah hukum tertinggi) versus vox populi, vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). Oleh karena itu, Amirudin memandang penting melaksanakan kewajiban 3M, yakni menghormati, melindungi, memenuhi hak atas kesehatan dan hak memilih.

Ditekankan pula bahwa kegiatan pemantauan mengikuti pelaksanaan pilkada yang melindungi dua hak konstitusi warga, yakni hak memilih dan hak sehat. Adapun tujuannya mencermati pencapaian target kepatuhan berdasar kriteria pemenuhan hak pilih dan hak atas kesehatan, mengidentifikasi dan mengantisipasi pemasalahan yang timbul dan yang akan timbul.

Mappilu PWI Jateng, salah satu pemantau pemilu dalam negeri, perlu membuat laporan temuan pencapaian kepatuhan akan dua hak konstitusi tersebut. Selain itu, perlu pula memberikan rekomendasi temuan.

Amirudin mengingatkan pula kepada Mappilu untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pilkada setelah pemungutan suara selesai dengan fokus pada kepatuhan ketentuan prokes serta kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan bagi penyelenggara dan pemilih yang telah menjadi standar bagi penyelenggara. Selain itu, partisipasi pemilih dalam pemungutan suara.

"Kalau perlu, dibuat penilaian berdasarkan indeks kepatuhan pelaksanaan, misalnya 'pilkada terpatuh', 'pilkada cukup patuh', dan 'pilkada tidak patuh'," kata Amirudin.

Baca juga: KPU pertahankan target partisipasi pemilih pilkada meski COVID-19

Tak Leluasa
Pemantau pemilihan pada Pilkada 2020 tidak leluasa karena melakukan kegiatannya di luar tempat pemungutan suara (TPS), kecuali pemilihan kepala daerah yang diikuti satu pasang calon atau paslon tunggal.

Pada pilkada tahun ini tercatat ada 25 daerah dengan paslon tunggal pilkada. Enam daerah di antaranya di Jawa Tengah, yakni Kota Semarang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Wonosobo.

Terkait dengan aturan main pemilihan ini, juga diutarakan pakar hukum dari Universitas Islam Sultan Agung Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H. Dia mengatakan bahwa Mappilu harus mengetahui dan paham betul regulasinya.

Mengacu pada PKPU Nomor 20 Tahun 2020, pilkada yang diikuti satu paslon, pemantau pemilih dalam negeri, termasuk Mappilu, boleh masuk TPS. Namun, yang masuk hanya seorang, selebihnya di luar TPS.

Pemantau pemilihan dalam negeri berhak menerima salinan daftar pemilih tetap dan formulir Model C, hasil Salinan-KWK. Bahkan, dapat mengajukan keberatan terhadap prosedur pemungutan dan penghitungan suara dan/atau selisih penghitungan suara kepada KPPS apabila terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemantau pemilih, termasuk Mappilu, bisa memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) apabila ada indikasi kecurangan dalam pilkada paslon tunggal.

Alangkah baiknya, pada pilkada serentak berikutnya, baik diikuti lebih dari satu pasangan calon maupun paslon tunggal, pemantau pemilihan dalam negeri diberi tempat di dalam TPS.

Baca juga: Pengamat: Kejar partisipasi pemilih jangan abaikan prokes

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020