Sudah kesekian tahun KPPU pernah memberikan sanksi terhadap pelaku usaha bawang putih dan kembali masyarakat harus menanggung harga yang mahal dari bawang putih
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan fokus meningkatkan pengawasan terhadap harga pangan, salah satunya bawang putih yang sebagian besar kebutuhan dalam negerinya harus dipenuhi melalui impor.

Juru bicara sekaligus Komisioner KPPU Guntur Saragih menjelaskan pihaknya akan terus mencermati harga bawang putih yang biasanya selalu mengalami kenaikan, terutama di awal tahun.

Padahal, kata dia, konsumsi bawang putih dalam negeri cenderung stabil sehingga seharusnya stok bawang putih telah diantisipasi guna mencegah lonjakan harga.

"Sudah kesekian tahun KPPU pernah memberikan sanksi terhadap pelaku usaha bawang putih dan kembali masyarakat harus menanggung harga yang mahal dari bawang putih. Padahal kita ketahui tidak ada produsen dalam negeri yang harus dilindungi dalam konteks importasi bawang putih," kata Guntur di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Rotasi kepengurusan, KPPU bakal umumkan ketua dan wakil ketua baru

Guntur meminta agar pemerintah yakni Kementerian Perdagangan tidak perlu melakukan pembatasan impor yang ketat mengingat kebutuhan bawang putih selalu dipenuhi dari impor.

Ia berharap agar pada awal 2021 tidak terulang lagi lonjakan harga bawang putih yang merugikan masyarakat akibat tidak tersedianya stok di pasar.

KPPU menemukan bahwa komoditas bawang putih mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi. Bahkan pada bulan Maret 2020 terdapat disparitas harga antara harga acuan dan harga pasar rata-rata sudah di atas 40 persen. Di Jakarta sendiri, bawang putih sempat mengalami disparitas harga lebih dari 70 persen.

Selain penanganan harga bawang putih, KPPU juga tengah fokus pada implementasi aturan baru sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Baca juga: KPPU dukung pengusutan dugaan persaingan tak sehat impor bawang putih

"Kita nanti ada dua PP (peraturan pemerintah) baru, salah satunya terkait sanksi sebagai turunan dari UU Cipta Kerja," kata Kepala Bagian Kerja sama Luar Negeri, Biro Humas dan Hukum KPPU Deswin Nur.

Sebagai informasi, terdapat perbedaan atas sanksi dugaan monopoli yang diatur dalam ketentuan lama KPPU yakni UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha dengan UU Cipta Kerja.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 sanksi berupa denda atas praktik monopoli dan persaingan usaha dikenakan minimal Rp1 miliar dan maksimal sebesar Rp25 miliar. Sementara itu sanksi maksimal tidak dikenakan dalam UU Cipta Kerja.

KPPU menilai bahwa UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR menganggap bahwa pelanggaran persaingan usaha cukup penting, sehingga berpotensi untuk diberikan denda yang lebih besar lagi tanpa ketentuan maksimal.

Baca juga: KPPU: UU Cipta Kerja bisa ciptakan persaingan usaha sehat
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020