Data yang beredar itu hoaks dan tidak benar
Jakarta (ANTARA) - Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta menyatakan, usulan rencana kenaikan tunjangan per anggota dewan sebesar Rp8,3 miliar bukan untuk tunjangan pribadi, namun untuk kegiatan anggota dewan yang bersentuhan langsung ke masyarakat.

"Data yang beredar itu hoaks dan tidak benar. Dalam RKT (rencana kinerja tahunan) Dewan, paling banyak adalah kegiatan dewan yang bersentuhan dengan masyarakat karena dewan tidak ada pokok-pokok pikiran (pokir) sesuai undang-undang zaman dulu Rp35 miliar per anggota per tahun," kata Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Basri Baco saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menurut Baco, anggaran yang diusulkan DPRD DKI itu masih dalam batas wajar, karena dalam aturan Menteri Keuangan, penyerapan anggaran untuk kegiatan dewan maksimal lima persen, sedangkan dengan anggaran itu penyerapannya masih satu persen.

"Wajar banget. Kalau kita minta pokir tinggal kali aja berapa tuh, Rp3,5 triliun. Jawa Barat pokirnya 2,8 triliun. Aturan Menteri Keuangan. Kegiatan dewan itu maksimal lima persen. DKI sekarang hanya sekitar satu persen. Provinsi lain sudah sekitar tiga persen," ujarnya.

Lebih lanjut Baco menyebut gaji yang diterima anggota dewan saat ini sebesar Rp140 juta per bulannya. Dengan biaya itu menurutnya tidak cukup jika untuk memenuhi kegiatan sosialisasi ke masyarakat.

Baca juga: Fraksi Golkar DKI: Kenaikan hanya pada tunjangan anggota dewan

"Yang diterima dewan itu hanya sekitar Rp140 juta per bulan. Ditransfer langsung ke anggota dewan. Setelah kena potongan Bank DKI, partai, dan lain-lain, paling hanya tinggal Rp70 juta. Belum operasional hari-hari anggota dewan pribadi sekitar Rp30 juta. Belum harus perhatikan tim dan konstituen, sumbang sana sumbang sini. Paling sampe di rumah sekitar Rp20 juta. Kalau istrinya lebih dari satu lebih sedih lagi," ucapnya.

Dikabarkan, rencana kenaikan tunjangan itu masih dalam bentuk draf yang belum disahkan. DPRD DKI Jakarta saat ini tengah mengajukan anggaran untuk tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi.

"Draf, jadi memformat kira-kira kalau kalau dari kisi-kisi jadi pendapatan itu ada tunjangan reses, setelah reses kan laporan selesai dapat tunjangan reses tuh, sesuai dengan sosialisasi peraturan yang tak ada anggaran, lalu diusulkan ada, termasuk tunjangan transportasi, itulah yang dikalkulasi," kata Ketua Komisi A DPRD DKI, Mujiyono, Jumat (27/11).

"Tunjangan transportasi naik jadi Rp12 (juta), tunjangan perumahan naiknya Rp13 (juta) apa berapa ya, pokoknya naiknya Rp40 juta," katanya.

Menurutnya, semua rencana tersebut belum tentu langsung disetujui, nantinya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan terlebih dahulu mengkajinya.

"Dokumen yang sifatnya adalah keinginan, proposal, bukan menjadi lalu diterjemahkan benar-benar dan ini disepakati. Kalau posisinya proyeksi masih mentah, RAPDB belum selesai, evaluasi DDN (Direktorat Jenderal Otonomi Daerah), kan ada evaluasi DDN nanti, begitu lihat Depdagri lihat ini nggak layak, ditolak sama dia," ucapnya.

Baca juga: KOPEL Indonesia kritisi rencana kenaikan tunjangan DPRD DKI

Menurutnya, anggaran sebesar Rp888.861.846.000 sulit terealisasi. Sebab, pagu anggaran untuk DPRD DKI Jakarta sebesar Rp580 miliar.

"Kalikan saja jumlah anggota 106 berapa itu? Pagunya Rp580 miliar," katanya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020