Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Intelijan (Jamintel) Kejaksaan Agung Sunarta mengaku siap membantu aparat kepolisian untuk melakukan pengejaran terhadap buronan Benny Tabalujan, tersangka kasus pemalsuan surat tanah.

Namun, Sunarta mengatakan ada tahapan untuk menangkap pelaku kejahatan yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) supaya ditindaklanjuti dengan cepat oleh bidang intelijen Kejaksaan Agung.

“Kalau buron itu yang penting Kejari (Kejaksaan Negeri) mana ajukan saja permohonan, akan kami tanggapi langsung. Kan prosesnya begitu, kita tidak tahu itu buron kalau belum ada permintaan, setidaknya informasi,” kata Sunarta dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Diketahui, bidang Intelijen Kejaksaan saat ini tengah gencar menjalankan program "Tangkap Buronan" (Tabur), baik yang masuk DPO Kejaksaan maupun instansi penegak hukum lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia.

Baca juga: KY dan Komjak awasi sidang mafia tanah di Jakarta Timur
Baca juga: Polisi bekuk mafia tanah gelapkan sertifikat Rp6 miliar
Baca juga: Johan Budi usulkan BPN gandeng KPK berantas mafia tanah


Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak mendukung langkah Kejaksaan Agung untuk melakukan pengejaran terhadap buronan kasus mafia tanah Benny Tabalujan karena jaksa bidang Intelijen memiliki program "Tangkap Buronan".

“Tugas intelijen itu melacak keberadaan orang yang masuk dalam daftar pencarian orang. Dengan sarana teknologi informasi yang dimiliki kejaksaan, itu bisa cepat mengetahui di mana dan bagaimana pola komunikasinya. Jadi memang harus dilakukan,” kata Barita.

Sedangkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan penyidik Polda Metro Jaya belum memiliki informasi terbaru mengenai pengejaran buronan Benny Tabalujan.

"Belum diupdate," kata Ade.

Sementara itu, pengacara Benny Tabalujan, Haris Azhar membantah tudingan kliennya tak mau dihadirkan ke persidangan. Haris mengatakan Benny tidak bisa pulang ke Indonesia karena Australia tidak mengizinkan kliennya keluar masuk negara di masa pandemi COVID-19.

"Tidak bisa, karena Australia tidak izinkan orang masuk dan keluar. Bukan tidak mau," ujar Haris.

Sebelumnya, nama Benny Tabalujan terkait dengan penetapan Achmad Djufri sebagai terdakwa pemalsuan surat akta autentik dengan ancaman pidana sesuai ketentuan Pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini sendiri bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat di atas tanah miliknya dengan nama PT Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya juga sudah menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka. Benny juga sudah menjadi DPO karena selalu mangkir dari panggilan penyidik.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020