Jakarta (ANTARA) - Said Didu menyebut UU Nomor 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 mengeliminasi sejumlah hak DPR dalam penetapan APBN.

Dihadirkan sebagai ahli oleh Din Syamsuddin dan kawan-kawan dalam pengujian UU Nomor 2/2020 secara daring di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, dia menuturkan DPR kehilangan hak untuk mengetahui dan menyetujui sumber pendapatan negara setelah undang-undang itu berlaku.

Baca juga: Berapa dana darurat yang dibutuhkan untuk hadapi pandemi virus corona?

DPR, menurut dia, tidak lagi mengetahui pendapatan dari masing-masing sumber pendapatan karena semua ditetapkan sendiri oleh pemerintah. Selain itu juga mekanisme dalam memperoleh pendapatan, dia bilang, tidak lagi diketahui DPR. 

Menurut Didu, hak DPR selanjutnya yang hilang adalah untuk mengetahui dan menyetujui rencana penggunaan anggaran per sektor, per bidang, per wilayah dan per daerah.

Baca juga: DPR: Jokowi alihkan dana desa untuk penanganan COVID-19

Ia menilai, kasus korupsi bantuan sosial untuk Covid-19 dapat terjadi karena mekanisme penggunaan anggaran tidak dibahas sama sekali dengan DPR.
"Rakyat tidak mengetahui lagi siapa yang berhak mendapat bansos, bagaimana mekanismenya, dan lain-lain; semua ke pemerintah," ucap dia.

Terakhir yang menurut dia paling penting adalah hilangnya hak untuk mengetahui dan menyetujui besaran utang, rencana mendapatkan utang, bunga utang dan cara pembayarannya. Ia memiliki kekhawatiran tersendiri tentang hutang Indonesia terkait hal ini. 

Baca juga: Mendes PDTT: Kesehatan dan ekonomi harus segera ditangani saat pandemi

Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam sidang sebelumnya menuturkan penerbitan UU Nomor 2/2020 dimaksudkan untuk memberikan perlindungan untuk kehidupan masyarakat yang terancam akibat Covid-19, baik dari aspek keselamatan jiwa mau pun kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020