Jakarta (ANTARA) - Retinopati diabetik yakni komplikasi akibat diabetes yang bisa mempengaruhi penglihatan hingga menyebabkan pasien buta bisa dicegah, salah satunya melalui skrining mata.

"Ada 10 juta penderita diabetes di Indonesia. Salah satu komplikasi yang ditakutkan adalah kebutaan, yang umumnya tidak bisa pulih. Tetapi (kebutaan ini) bisa dicegah apabila dideteksi dini," ujar Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), dr. Muhammad Sidik, dalam online media briefing PERDAMI dan Novartis, Jumat.

Dokter spesialis dari PERDAMI, Arief S Kartasasmita mengatakan, saat seseorang terdiagnosis diabetes, dia perlu segera berkonsultasi ke dokter mata tergantung tipe penyakitnya.

Baca juga: Batasi waktu makan bisa bantu turunkan berat badan?

Baca juga: Mitos atau fakta, penderita diabetes dilarang berolahraga?


Pada pasien diabetes tipe-1, tes pertama bisa dilakukan 3-5 tahun setelah terdiagnosis dan kembali menjalani tes setiap tahun. Sementara pada penyandang diabetes tipe-2 disarankan segera melakukan tes setelah terdiagnosis dan kembali melakukannya setiap tahun.

Laman Mayo Clinic mencatat, bahkan pasien tetap perlu menjadwalkan pemeriksaan mata tahunan bahkan jika tampaknya penglihatan baik-baik saja.

Kondisi kehamilan dapat memperburuk retinopati diabetik, sehingga pemeriksaan mata pasien sebaiknya dilakukan pada trimester pertama dan kembali melakukannya 1-3 bulan sekali.

Dalam kesempatan itu, dokter spesialis mata dari PERDAMI, Yeni D Lestari menargetkan skrining bisa dilakukan di layanan primer yakni puskesmas untuk mendeteksi dini kasus retinopati diabetik sehingga bisa dilakukan intervensi. Kemudian, jika pasien sudah ada indikasi retinopati diabetik, maka dia bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder dan tersier.

Arief mengatakan, pemeriksaan bisa dilakukan menggunakan ophthalmoskop oleh dokter umum sebagai langkah deteksi pada fase awal.

Selain pemeriksaan mata, pencegahan retinopati diabetik juga bisa melalui pola makan sehat dan beraktivitas rutin minimal 150 menit berjalan setiap minggu, memeriksa kadar gula darah beberapa kali dalam sehari dan memastikan kadar gula darahnya terkontrol.

Semakin lama pasien menyandang diabetes, semakin besar peluangnya terkena retinopati diabetik. Namun, jika dia menjaga kadar gula darahnya terkontrol, maka risiko terkena retinopati diabetik semakin rendah.

"Penyebab (retinopati diabetik) dari sisi durasi diabetes biasanya di atas 10 tahun tergantung tipe, kontrol gula darah yang buruk, kolesterol, hipertensi dan (pasien diabetes) tidak mau berobat," tutur Arief.

Jika sudah terlanjur terjadi retinopati diabetes, pasien bisa menjalani terapi antara lain laser, obat anti-VEGF untuk menyembuhkan gejala hingga pembedahan untuk mencegah kebutaan.

Perjalanan penyakit dan gejala

Pada penyandang diabetes, kadar gula darah yang berlebihan seiring waktu dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju retina, sehingga menghentikan suplai darah ke salah satu bagian mata yang penting itu.

Akibatnya, mata mencoba menumbuhkan pembuluh darah baru. Tapi pembuluh darah baru ini tidak berkembang dengan baik dan mudah bocor. Serat saraf di retina mungkin mulai membengkak hingga terjadi kerusakan saraf yang menyebabkan glaukoma.

Dari sisi gejala, Arief menuturkan, pada tahap awal biasanya pasien tidak merasakan apa-apa. Namun seiring berkembangnya penyakit, pasien bisa merasa seperti ada bintik-bintik gelap dalam pandangan, penglihatan kabur, sulit melihat warna, ada area gelap atau kosong dalam penglihatan hingga kehilangan penglihatan pada kedua mata.

"Retinopati diabetik kalau tidak diobati bisa sebabkan kebutaan permanen," kata Arief.

Laman WebMD mencatat, penyandang diabetes tipe-1 jarang mengembangkan kondisi ini sebelum pubertas. Sementara pada orang dewasa, retinopati diabetik dialami mereka yang terkena diabetes tipe-1 setidaknya selama 5 tahun.

Khusus mereka yang terkena diabetes tipe-2, biasanya mengalami tanda-tanda masalah mata mereka saat terdiagnosis diabetes.

Baca juga: Mengonsumsi buncis sebagai terapi penderita diabetes

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020