Penyidik sudah melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap 30 saksi.
Mataram (ANTARA) - Tahap penetapan tersangka kasus dugaan korupsi kredit fiktif pada Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusa Tenggara Barat Cabang Lombok Tengah menunggu hasil audit kerugian negara.

"Peran tersangka akan muncul setelah kerugian negaranya rampung," kata Kepala Kejari Lombok Tengah Otto Sompotan yang ditemui di Mataram, Jumat.

Terkait dengan audit tersebut, penyidik Pidana Khusus Kejari Lombok Tengah berkoordinasi dengan inspektorat setempat.

"Perkembangannya masih dalam proses cek berkas. Jadi, biarkan dahulu tim bekerja," ujarnya.

Baca juga: Mantan pimpinan cabang BNI Lubuklinggau dituntut delapan tahun penjara

Dalam kasus ini, oknum dari PD BPR NTB Cabang Lombok Tengah melakukan perjanjian kredit yang diduga fiktif. Periode munculnya penyimpangan tersebut pada tahun 2014—2015.

Salah satunya, dilakukan oknum pegawai pada unit wilayah Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah terhadap 190 nasabah. Hal itu pun mengakibatkan munculnya masalah dalam pencairan kredit.

Dari laporan yang diterima Kejari Lombok Tengah, nilai kredit fiktif itu mencapai Rp2 miliar.

"Nilai itu baru berdasarkan hasil perhitungan internal kami. Jadi, perlu diperkuat lagi," ujarnya.

Penguatan tersebut, menurut dia, membuka peluang angka kerugian negaranya kian bertambah karena temuan awal penyidik dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan kepada nasabah.

"Mungkin bisa menjadi Rp4 miliar. Karena ada bunga dari kredit macet itu," ucapnya.

Baca juga: OJK akui "fraud" oknum orang dalam bank terkait kredit sulit dideteksi

Dalam penanganannya, penyidik sudah melakukan pemeriksaan secara maraton. Sedikitnya 30 saksi telah membubuhkan keterangannya di hadapan penyidik.

"Ada juga dokumen yang kami sita dari hasil penggeledahan kantor BPR," kata Otto.

Dari rangkaian penyidikan yang telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum tersebut, kata dia, peran tersangka dapat terancam pidana Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Nanti dasarnya Pasal 2 dan Pasal 3 itu. Karena menurut penyidik, sudah ada perbuatan melawan hukumnya. Tinggal memenuhi unsur kerugian negaranya saja," ucapnya.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020