Surabaya (ANTARA) - Dinas Pendidikan Jawa Timur mengevaluasi penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi COVID-19 agar tidak terjadi stunting in learner melalui kegiatan "Refleksi Pendidikan 2020" yang digelar di Surabaya, Rabu.

Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi mengatakan kegiatan tersebut mengundang beberapa narasumber seperti akademisi, anggota DPRD, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) hingga Dewan Pendidikan untuk mengevaluasi penerapan pembelajaran jarak jauh.

"Secara umum pembelajaran jarak jauh menurunkan kualitas pendidikan. Mungkin karena tahun 2020 menjadi pertama sehingga guru belum siap secara materi, siswa juga belum siap menerima materi daring," ujarnya.

Hal itu mempengaruhi daya tangkap siswa sehingga tidak optimal, terutama untuk mata pelajaran seperti Kimia, Fisika dan Matematika dan juga materi keterampilan.

Baca juga: Pemkot Palembang masih pertimbangkan penerapan sekolah tatap muka

Baca juga: Mendikbud: Orang tua berperan pendidikan karakter selama PJJ


"Makanya Jatim mulai menggelar pembelajaran tatap muka, dan hasil evaluasinya bagus sehingga mulai ditingkatkan lagi," ucapnya.

Mantan Kepala Dinas Perhubungan Jatim tersebut menilai jika pembelajaran tatap muka tidak dilakukan maka akan mengganggu tumbuh kembang dalam belajar dan membuat siswa mengalami learning lost, serta meningkatkan anak putus sekolah.

"Saya pernah dihubungi orang tua di Madura yang bilang anaknya ke Surabaya. Sehingga mereka menanyakan apa SMA/SMK sudah bubar, dan banyak siswa yang kemudian dipindahkan ke pesantren sama orang tua. Psikososial dan kekerasan pada anak juga meningkat sehingga Jatim selalu mengevaluasi uji coba tatap muka," tuturnya.

Sementara itu, Pakar Pendidikan Jatim Prof Moh Nuh menjelaskan ada tiga langkah yang harus disiapkan pemangku kebijakan pendidikan selama pembelajaran jarak jauh, salah satunya literasi digital mengenai kepahaman tenaga pendidik terkait digital termasuk filosofi digital era pembelajaran daring ini.

"Selain itu, ketersediaan infrastruktur digital harus memadai. Sehingga sekolah-sekolah yang ada di Jatim dipastikan memiliki sinyal," ujar Prof. Nuh.

Tak hanya itu, mantan Menteri Pendidikan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyinggung pemberian subsidi internet secara khusus selama pelaksanaan pembelajaran daring.

"Semuanya sepakat, migrasi digital bukan pilihan tapi keharusan.Karena faktanya, mau tidak mau model pembelajaran kita harus beralih ke digital. Seandainya COVID-19 sudah rampung, paling tidak hibrid. Paduan tatap muka dan virtual," ucapnya.

Namun, ditegaskan Prof. Nuh ada beberapa hal yang perlu dicermati para pemangku pendidikan bahwa murid bersekolah setidaknya mendapatkan tiga poin utama, yakni attitude, knowlegde dan skill.

Karena harus beralih ke digital, Prof. Nuh juga meminta agar pemerintah provinsi, pemerintah kota/pemerintah kabupaten harus melihat jeli kebijakan kasus per kasus.

"Tidak serta merta seluruhnya beralih ke digital, tapi pelajari dengan baik apa yang tidak bisa diterapkan lewat siber, apa yang harus diterapkan secara fisik, dan bagaimana cara menutupi ini semua. Jika tidak, maka akan terjadi kehilangan dalam pembelajaran maka akan berakibat pada stunting in learner karena asupan pembelajaran kurang," katanya.*

Baca juga: Peneliti UI: PJJ belum diterima sebagai proses belajar mengajar

Baca juga: Merancang pembelajaran tatap muka

Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020