Jakarta (ANTARA) - Pesawat N219 Nurtanio, hasil penelitian dan pembuatan kolaborasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah selesai diuji dan mendapatkan Type Certificate untuk laik terbang.

"Pencapaian dari N219 tentunya membanggakan kita semua sebagai upaya kita untuk menghidupkan kembali teknologi penerbangan teknologi kedirgantaraan yang sudah dirintis ketika N250 pertama kali terbang pada 1995, tanggal 10 Agustus," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro dalam acara Penyerahan Type Certificate Pesawat N219 dan Aero Summit 2020 di Jakarta, Senin.

Sertifikasi Tipe/Type Certificate (TC) adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat. Sertifikat itu dikeluarkan oleh otoritas kelaikudaraan sipil.

Baca juga: Kemenhub berencana pesan pesawat N219 untuk kalibrasi

Baca juga: Pesawat N219 resmi peroleh Type Certificate di penghujung 2020


Sertifikat tersebut diperoleh dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan (Kemhub).

Penyerahan sertifikat dilakukan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono di Ruang Mataram kantor Kemhub pada Senin, disaksikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Pada hari ini kita menyaksikan momen bersejarah lainnya, karena pertama kali juga Kementerian Perhubungan melalui bapak Menteri akan memberikan Type Certificate yang pertama kepada pesawat yang 100 persen dirancang, didesain dan akhirnya juga dibuat oleh putera puteri terbaik bangsa kita. Tentunya ini adalah suatu momen bersejarah yang harus menjadi titik tolak bagi kita untuk mengembangkan teknologi dan industri kedirgantaraan di masa depan," tutur Menristek.

Kegiatan itu sekaligus menjadi acara inti pada Aero Summit 2020 yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) Lapan.

Pesawat N219 Nurtanio telah memenuhi CASR Part 23 (Airworthiness Standards for Aeroplanes in the Normal, Utility, Acrobatic or Commuter Category).

"Acara hari ini tidak hanya berupa penyerahan sertifikat yang pertama dan bangkitnya kembali teknologi penerbangan, tetapi juga memberikan berbagai energi positif lainnya," ujar Menristek.

Baca juga: Menteri: N219 Nurtanio awal kebangkitan industri dirgantara Indonesia

Menristek Bambang mengatakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) diharapkan semakin meningkat, yang mana saat ini sebesar 44,69 persen.

Dia menuturkan Program Prioritas Riset Nasional (PRN) pesawat N245 dan R80 diharapkan menjadi substitusi pesawat asing atau impor. Pasar untuk drone diprediksi pada 2040 mampu meraih ratusan miliar, karena itu arah dari riset dan penerbangan Indonesia menuju tren di dunia.

"Diharapkan kontribusi industri penerbangan dalam Gross Domestic Product (GDP) sebesar 3,6 persen," tutur Menristek Bambang.

Pada acara yang sama, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengapresiasi keberhasilan pengembangan pesawat N219.

"Dunia aviasi menantang kita untuk harus gigih. Kementerian Perhubungan mengapresiasi N219 dengan bahan bakar yang ekonomis dan tentunya bersaing dengan pesawat asing, pesawat ini menjadi kebanggaan bangsa karena mampu bersaing dengan luar negeri," tuturnya.

Dia menuturkan pihaknya berencana untuk membeli pesawat N219 untuk kegiatan kalibrasi dan mengimbau pemangku kepentingan perhubungan agar menggunakan N219 untuk digunakan di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

Budi juga mengharapkan keberadaan N219 versi amfibi untuk mendukung transportasi di daerah kepulauan, sehingga tidak perlu membangun bandara.

Dalam laporannya mengenai N219, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan pesawat N219 yang digagas pada 2009 diangkat menjadi program nasional.

Gagasan tersebut diinisiasi oleh Dewan Penerbangan Republik Indonesia (Depanri). Ketua harian Depanri adalah Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dengan Sekretaris, Kepala Lapan. Depanri berusaha mewujudkan N219 menjadi program nasional.

Dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat penting mewujudkan N219 itu. Kemudian pada 2012, ditetapkan program N219 dilaksanakan oleh Lapan dan mendapatkan anggarannya.

Tahun 2014 merupakan awal dari program pengembangan dan pembuatan pesawat N219 yang dipimpin oleh Lapan dan PT DI. Pesawat N219 terbang perdana Agustus 2017 dan diberi nama Nurtanio oleh Presiden RI Joko Widodo pada 10 November 2017.

Sejak 2017, berjalan program sertifikasi pesawat. Selama itu bergulir, muncul gagasan membentuk ekosistem penerbangan. Pada 2018, diadakan Aero Summit, suatu forum berkumpulnya praktisi dan akademisi pada industri penerbangan.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Gita Amperiawan mengatakan prototipe pesawat pertama (Prototype Design 1) N219 Nurtanio telah menjalani Flight Cycle sebanyak 250 cycle dan Flight Hours sebanyak 275 jam, sedangkan prototipe pesawat kedua (Prototype Design 2) N219 telah menjalani Flight Cycle sebanyak 143 cycle dan Flight Hours sebanyak 176 jam.

Sehingga, secara total pesawat N219 telah menyelesaikan 393 Flight Cycle dan 451 Flight Hours dalam proses sertifikasi tersebut. Pesawat N219 selanjutnya direncanakan masuk ke tahap komersialisasi pada 2021.

Baca juga: Menristek apresiasi pengembangan dan proses sertifikasi Pesawat N219

Baca juga: Percepat sertifikasi uji terbang N219, PTDI pakai dua prototype


Proses sertifikasi pesawat khususnya pesawat N219, memang rumit dan panjang, di antaranya yaitu Document Certification, Conformity Inspection, Laboratory Test, Ground Test, Flight Test System & Performance. N219 akan menjadi kebanggaan bagi Indonesi, karena untuk pertama kalinya Indonesia berhasil menyelesaikan sertifikasi dari pesawat yang sepenuhnya merupakan hasil karya anak bangsa.

Pesawat N219 juga akan dibuat versi pesawat amfibi yang dapat lepas landas di permukaan air selain di bandara biasa. Saat ini pengembangan pesawat N219 amfibi sedang dalam tahapan Preliminary Design, kemudian dilanjutkan ke tahapan Prototyping and Structure Test dan Development Flight Test.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020