Kerajinan kulit buaya dapat dikategorikan sebagai kerajinan eksotik dan bernilai jual tinggi di pasar internasional
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian terus mendorong optimalisasi potensi di berbagai daerah di Indonesia melalui kegiatan produksi industri guna meningkatkan nilai tambah sumber daya lokal, seperti kulit buaya yang diolah menjadi barang kerajinan.

"Salah satunya yang kami pacu adalah di Provinsi Papua, khususnya Kabupaten Mamberamo Raya. Kabupaten ini dialiri oleh tiga sungai besar yang menjadi habitat asli buaya air tawar, yaitu Sungai Mamberamo, Sungai Tariku (Sungai Rouffaer) dan Sungai Taritatu (Sungai Idenburg)," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Kemenperin beri bantuan alat pelaku industri kulit Magetan

Ada dua jenis buaya yang menghuni sungai tersebut, yakni buaya muara (Crocodile porossus) dan buaya Irian (Crocodile novaguinea). Kedua spesies buaya ini menjadi perburuan bagi masyarakat tradisional Papua, baik sebagai sumber protein untuk dikonsumsi atau kulitnya dijual kepada pengepul dalam bentuk kulit mentah.

Sejak 2018, Pemerintah Daerah (Pemda) Papua melegalkan pemasaran kulit buaya, karena dianggap sebagai kerajinan yang membanggakan dan merupakan aset daerah.

"Walaupun sudah dilegalkan pemda, ada standar untuk usia buaya yang kulitnya bisa dimanfaatkan yaitu berusia di atas satu tahun atau memiliki lebar perut 12 inchi. Hal ini juga untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan," papar Doddy dalam keterangan tertulis.

Menurutnya, kerajinan kulit buaya dapat dikategorikan sebagai kerajinan eksotik dan bernilai jual tinggi di pasar internasional. Kulit buaya yang telah disamak dapat diolah menjadi produk kulit dengan nilai jual yang sangat tinggi mulai dalam bentuk dompet atau sabuk.

Harga paling murah kerajinan kulit buaya berkisar Rp300.000 hingga paling mahal bisa mencapai Rp30.000.000 untuk sebuah tas golf.

"Hal ini karena motif kulit buaya yang unik dan eksotis, sehingga cocok menjadi bahan baku produk fesyen. Kualitas kulit buaya turut menentukan tingginya nilai jual, untuk itulah proses penyamakan kulit harus benar-benar diperhatikan," imbuh Doddy.

Melihat peluang ini, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mamberamo Raya bersinergi dengan Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta, salah satu badan litbang di bawah BPPI Kemenperin yang juga menjadi pusat unggulan iptek (PUI) bidang kulit, berusaha untuk terus meningkatkan kerja sama di bidang pengolahan kulit buaya.

Kepala BBKKP Agus Kuntoro menyatakan pihaknya rutin mengadakan pelatihan dan bimbingan teknis pengolahan kulit dan bekerja sama dengan berbagai bidang pengolahan kulit eksotik yaitu barang kerajinan dari kulit pari, ular, buaya, sisik ikan, dan masih banyak lagi.

"Pengolahan kulit eksotik salah satunya ada di Papua, karena bahan baku kulit buaya yang cukup banyak dan bagus kualitasnya. Kami pernah mengadakan pelatihan di Kabupaten Mamberamo beberapa bulan yang lalu. Dalam pelatihan tersebut kami membimbing masyarakat untuk melakukan penyamakan kulit buaya serta membuat kerajinan dari kulit buaya," papar Agus.

Baca juga: Ekspor kulit dan alas kaki tembus 5,36 miliar dolar AS
Baca juga: Kemenperin gelar pameran kulit dan alas kaki

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021