Jakarta (ANTARA) - Anggota DPD RI dari Papua Barat Filep Wamafma mengatakan pendaftaran tanah ulayat milik masyarakat adat diprakarsai kedua pihak yaitu pemerintah dan kelompok pemilik tanah ulayat.

“Kita tahu di Papua Barat, komunitas adat masih kuat, bagaimana sertifikat hak milik atas tanah tersebut dapat menampung aspirasi hak ulayat masyarakat adat? Pertanyaan ini penting mengingat negara secara konstitusional (Pasal 18B) mengakui eksistensi masyarakat hukum adat," kata Filep dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: DPD ingatkan Pembangunan Papua harus libatkan adat, agama, pemerintah

Hal itu dikatakan Filep terkait data selama 2020, pemerintah telah menyelesaikan 6.8 juta lembar sertifikat tanah untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Pada awal 2021, Presiden Jokowi menyerahkan 584.407 lembar sertifikat hak atas tanah kepada para penerima di 26 provinsi dan 273 kabupaten/kota.

Menurut Filep, pendaftaran tanah tidak bisa diprakarsai sepihak oleh pemerintah, tetapi harus kedua pihak sehingga negara juga harus menghargai jika ada proses pelepasan hak atas tanah oleh kepala adat, atau bisa juga dalam bentuk tukar guling atau ruislag.

Baca juga: DPD: Membangun Papua harus gunakan pendekatan kultural

Dia menilai hak ulayat merupakan hak komunal masyarakat adat, yang harus diperhatikan negara/pemerintah dalam pengurusan dan pembagian sertifikat tersebut sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

"Catatan ini juga bisa menjadi gambaran bagi pemerintah agar tidak memperlakukan secara sama semua tanah di Indonesia. Selain itu, diperlukan sistem publikasi pemilik hak atas tanah, untuk menghindari sertifikat ganda, apalagi bila dikaitkan dengan tanah hak ulayat," ujarnya.

Baca juga: DPD sarankan pemerintah evaluasi semua kebijakan terhadap Papua

Menurut Filep, pada dasarnya kepastian hukum yang dicari oleh negara merupakan hal yang patut diapresiasi setinggi-tingginya namun dalam konteks hak ulayat, kepastian hukum wajib mendatangkan keadilan dan terutama kemanfaatan bagi masyarakat adat itu sendiri.

"Masalahnya yang mengurus soal tanah merasa malas karena proses yang berbelit apalagi hak ulayat jadi langsung diklaim saja. Padahal itu yang menjadi sumber masalah selama ini di Papua," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2021